Balas Dendam
*Balas Dendam
.
.
Pagi menyapa, udara segar terasa. Nyanyian burung di hutan belakang rumah menyambut cerah. Sesekali ayam berkokok saling sahut-sahutan seolah tengah bertanding merdunya suara. Aktivitas di kampung sawah mulai terasa.
Hari ini hari ahad, beberapa masyarakat sudah berbondong-bondong pergi ke kebun masing-masing, sinar pagi masih terasa hangat, berangkat pagi-pagi begini masih terasa ringan, kalau sudah siang, matahari sudah di pucuk, bisa terasa membakar.
Bagi sebagian anak-anak sekolahan, hari ahad adalah hari bebas, mereka bisa asik nonton kartun di TV, hari Ahad semua film anak-anak memang seru-serunya, awal pukul 7 sampai pukul 12 siang pasti ada saja film seru untuk ditonton, kalau sudah lewat jam 12 akan berganti acara, gossip-lah, berita-lah, huh, menyebalkan.
Setidaknya begitulah menurut anak-anak, bagi Dijo juga begitu. Dijo tahu itu kok, dia pernah numpang nonton ke rumah tetangga, meskipun dari luar, mengintip dari sela-sela pintu yang terbuka cuma sedikit - Karena tetangga sengaja menutupnya. Meskipun begitu, Dijo terasa senang, sama seperti kebanyakan anak cowok lainnya, Dijo ingin menjadi Power Ranger merah agar bisa menjadi seorang pemimpin.
"Berubah power ranger merah!! Ciattt!!" Dijo memperagakan gerakan saat pemain berubah menjadi Power Ranger merah.
"Hati-hati melangkah, Dijo. Awas kesandung batu." Emak yang berjalan di belakang Dijo memperingatkan.
Dijo justru meloncat-loncat, dari batu ke batu, di tangannya ada ranting, diayun-ayunkan seolah sebuah pedang.
Jalan menuju kebun memang banyak batu-batu kecil, Dijo lihai meloncat-loncat dari batu ke batu.
Dijo saat ini tengah duduk di kelas 3 SD, usianya 7 tahun. Di hari Ahad seperti sekarang ini jarang-jarang Dijo bisa bebas santai-santai nonton TV di rumah seperti kebanyakan anak lainnya. Bagaimana pula mau nonton, TV saja tidak punya. Sebenarnya Dijo bisa saja numpang nonton ke tempat tetangga seperti yang ia lakukan sesekali, tapi tetangga seringkali menutup pintu, jadinya Dijo cuma bisa nonton dengan mengintip. Emak tahu itu, karena kasihan melihat Dijo sering dilarang numpang nonton, Emak akhirnya mengajak Dijo pergi ke kebun saja. Kebun itu juga bukan kebun milik mereka, biasanya emak pergi kerja 'Harian' atau serabutan, entah menanam padi, menyiangi rumput, memetik kopi, atau apapun permintaan tukang kebun, nantinya dikasih upah setelah pulang dari kebun.
Biasanya yang bekerja bukan hanya 1 orang, ada pekerja lainnya minimal 3 orang, agar pekerjaan cepat terselesaikan. Hari ini ada kerjaan menyiangi rumput sawah milik tetangga, mamak meskipun badan sebenarnya tidak terlalu sehat tetap memaksa ikut bekerja. Kalau tidak, nanti makan apa?
"Kalau Dijo nanti jadi Power Ranger merah, Mak. Dijo akan kalahkan semua penjahat-penjahat di dunia ini." Dijo terus berceloteh di depan.
***
"Kau tidak pernah makan daging, ya Jo? Sampai keong saja dijadikan sate." Kata salah satu ibu-ibu pekerja mengomentari Dijo yang tengah membakar keong di tungku api dangau. Mereka tertawa, pikir mereka itu bergurau, tak usah diambil hati. Mamak ikut tertawa, tapi di hatinya terasa perih sekali, entah kapan terakhir kali Dijo makan daging? Entah kenapa rasanya guraun itu menyakitkan sekali baginya.
"Eh, nenek gak tahu aja sih. Daging keong itu enak sekali dijadikan sate, lebih enak daripada sate daging." Dijo membalas perkataan ibu-ibu itu, di usia 7 tahun itu Dijo sudah paham bagaimana perasaan emak, melihat wajah emak yang pura-pura tertawa, Dijo paham bahwa mereka sedang dihina.
Ibu-ibu yang sebenarnya masih muda dipanggil nenek langsung manyun, mengalihkan pembicaraan.
Sinar mentari semakin terasa panas, pekerjaan menyiangi rumput harus dimulai.
Sejam, dua jam, sudah hampir semua petak sawah dibersihkan, tapi ketika pekerjaan hampir selesai, emak yang dari tadi memaksa tubuhnya untuk terus kuat akhirnya tak mampu lagi melawan, tubuh emak tumbang, emak tidak sadarkan diri.
***
Dijo adalah anak semata wayang, ayahnya sudah meninggal ketika Dijo masih berusia 2 tahun. Mereka tinggal di rumah bawah milik tetangga, menumpang di sana sejak lama. Sudah hampir setengah hari setelah bapak milik kebun mengantar emak pulang saat tidak sadarkan diri, menggunakan motor, emak belum juga sadarkan diri, Dijo cemas, tidak tahu harus berbuat apa?
Setelah pukul 5 saat tetangga sudah pulang ke rumah masing-masing emak akhirnya sadar.
Dijo tidak bisa berkata apa-apa, selain tangisan, memeluk tubuh wanita tua itu.
Perut Dijo mulai terasa lapar, Dijo tahu beras di rumah sudah habis, emak juga tidak punya uang, gaji pekerjaan barusan belum diberikan oleh pemilik kebun. Dijo berdiri, pergi ke luar.
"Mau kemana, Jo?" Emak bertanya lemah. Dijo tak menjawab, Dijo tahu emak juga pasti lapar.
Dijo mulai mengetuk-ngetuk rumah tetangga, satu pintu ke pintu lainnya, Dijo cuma minta beras agar bisa ditanak menjadi nasi untuk mereka makan malam ini. Dari sekian banyak tetangga, tidak ada satupun yang bisa membantu. Barangkali sebab mereka sadar bahwa emaknya Dijo tidak akan sanggup bayar, atau sebab sudah terlalu banyak hutang emak pada tetangga, jadinya mereka tak mau lagi memberikan pinjaman.
Akhirnya Dijo mendatangi pemilik kebun untuk mengambil upah emak bekerja barusan.
"Perjanjiannya besok, Jo. Kalau sekarang belum ada. Besok akan paman kasih upahnya, ya." Kata pemilik kebun sembari kepedasan habis makan.
Pasti kenyang sekali perut paman itu, pikir Dijo. Dijo mengangguk, berusaha memahami.
Malam itu Dijo tertidur di samping emak sembari menahan lapar.
Pagi-pagi sekali Dijo terbangun karena terdengar ketukan pintu, Dijo semangat bangun, itu pemilik kebun mungkin, Pikir Dijo, pemilik kebun ingin memberikan upah, asik, kalau upahnya sudah dibayar bisa buat beli beras untuk Dijo dan Emak makan, pikir Dijo.
Rupanya salah, itu adalah pemilik rumah, mengatakan kalau rumah yang mereka tempati mau ditempati sanak saudaranya, jadi hari ini Dijo dan emaknya harus pergi, mencari tempat lain.
Dijo tertunduk lemah, ia ingin menangis tapi ditahan, takut emak melihatnya menangis. Dijo harus kuat, sebab Dijo adalah Power Ranger, batinnya.
Demi melihat wajah emak yang lelah dan sakit, Dijo sekali lagi memeluk emak. Tidak bisa ditahan lagi, Dijo menangis, menangis sesenggukan.
"Mak, Power Ranger boleh menangis, kan?" Dijo melampiaskan sakit hatinya dan lapar perutnya.
***
Waktu terus berjalan, hidup ini adil, yang menyakitkan pasti akan terobati, orang-orang teraniaya akan diangkat derajatnya oleh Tuhan.
20 tahun kemudian Dijo akhirnya mampu menyelesaikan sekolah tinggi. Untuk kemudian ke depannya Dijo menjadi seorang pemimpin, seorang Bupati.
Dijo adalah anak pintar, gigih, pantang menyerah, hingga cita-citanya menjadi seorang pemimpin tercapai. Dijo selalu disambut hangat oleh warga sekitar, banyak warga mengaku bahwa mereka merupakan sanak saudara dari Dijo, pura-pura tak ingat berapa kali mereka menyakiti hatinya. Ketika Dijo pulang kampung, warga mendekat, berharap mendapat saweran darinya.
Hari itu, Dijo membatin, dia harus balas dendam kepada orang-orang yang menghina mereka. Dijo membatin untuk balas dendam dengan menjadi orang yang sukses.
.
- Sugesti Pikiran, Tentang Kita.
Terinspirasi dari bapak Bupati Empat Lawang, Joncik Muhammad.
Ilustrasi foto : Pinterest.
0 Response to "Balas Dendam"
Post a Comment
Tolong Jangan Melakukan SPAM ya.
KOMENTARLAH SESUAI ARTIKEL DI ATAS :)
TERIMA KASIH
ADMIN
INDRA SAPUTRA