Pengaruh Revolusi Industri terhadap Perubahan Sosial, Ekonomi, dan Politik Indonesia
Pengaruh Revolusi
Industri terhadap Perubahan Sosial, Ekonomi, dan Politik Indonesia – Hai
sahabat, Kali ini kita akan membahas tentang Pengaruh Revolusi Industri Terhadap
Perubahan Sosial, Ekonomi dan Politik Indonesia. Yuk, langsung dibaca :
Pengaruh Revolusi Industri terhadap Perubahan Sosial, Ekonomi, dan Politik Indonesia. Sumber Foto : Tribunnews.com |
Baca juga artikel sebelumnya : 45 Mentahan Meme Comic Untuk Diedit Sesuai Kreatifitas Kamu
Revolusi Industri
yang terjadi di Eropa dan di Inggris khususnya membawa dampak di bidang sosial,
ekonomi dan politik. Di bidang sosial munculnya golongan buruh yang hidup
menderita dan berusaha berjuang untuk memperbaik nasib. Gerakan kaum buruh
inilah yang kemudian melahirkan gerakan sosialis yang menjadi lawan dari
kapitalis. Bahkan, kaum buruh akhirnya bersatu dalam suatu wadah organisasi,
yakni partai Buruh. Di bidang ekonomi, perdagangan makin berkembang.
Perdagangan lokal berubah menjadi perdagangan regional dan internasional.
Sebaliknya, di bidang politik, Revolusi Industri melahirkan imperliasme modern.
1. Perubahan di
Bidang Politik
Sejak VOC
dibubarkan pada tahun 1799, Indonesia diserahkan kembali kepada pemerintahan
Kerajaan Belanda. Pindahnya kekuasaan pemerintahan dari VOC ke tangan
pemerintah Belanda tidak berarti dengan sendirinya membawa perbaikan.
Kemerosotan moral di kalakangan para penguasa dan penderitaan penduduk jajahan
tidak berubah. Usaha perbaikan bagi penduduk tanah jajahan tidak dapat
dilaksanakan karena Negeri Belanda sendiri terseret dalam perang dengan
Negara-negara besar tetangganya. Hal ini terjadi karena Negeri Belanda pada
waktu itu diperintah oleh pemerintah boneka dari Kemaharajaan Prancis di bawah
pimpinan Napoleon. Dalam situasi yang demikian, Inggris dapat memperluas daerah
kekuasaannya dengan merebut jajahan Belanda, Indonesia.
a. Hindia Belanda
Di Bawah Daendels (1808-1811)
Dalam usaha mengadakan
pembaharuan pemerintahan di tanah jajahan, di Negeri Belanda ada dua golongan
yang mengusulkannya.
1. Golongan
Konservatif dengan tokohnya neneberg yang menginginkan untuk mempertahankan
sistem politik dan ekonomi seperti yang dilakukan oleh VOC.
2. Golongann
liberal dengan tokohnya Dirk Van Hogendorp yang menghendaki agar pemerinta
Hindia Belanda menjalankan sistem pemerintahan langsung dan menggunakan sistem
pajak.S iste penyerahan paksa yang dilakukan oleh VOC agar digantikan dengan
sistem penyerahan pajak.
Di satu pihak
pemerintah condong kepada pemikiran kaum Konservatif karena kebijaksanaanya
akan mendatangkan keuntungan yang cepat dan mudah dilaksanakan. Di Pihak lain,
pemerintah jga ingin menjalankan pembaharuan yang dikemukakan oleh kaum liberal.
Gagasan pembahruan pemerintahan kolonial dimulai semenjak pemerintahan
Daendels.
Sebagai gubernur
jenderal pemerintahan Belanda di indonesia, Daendels banyak melakukan
langkah-langkah baru dalam pemerintahan. Daendels mengadakan perombakan pemerintahan
secara radikal, yakni meletakkan dasar-dasar pemerintahan menurut sistem Barat.
Langkah-langkah tersebut, antara lain :
1. Pemerintahan
kolonial dipusatkan di Batavia dan berada di tangan gubernur jenderal
2. Pulau jawa
dibagi menjadi Sembilan Prefectur. Hal ini untuk mempermudah adminsitrasi
pemerintahan.
3. Para Bupati
dijadikan pegawai pemerintah. Belanda di bawh pemerintahn prefect
4. Mengadakan
pemberantasan korupsi dan penyelewengan dalam pungutan (contingenten) dan kerja
paksa.
5. Kasultanan Banten
dan Cirebon dijadikan daerah pemerintah Belanda yang disebut pemerinta
gubernemen.
6. Berbagai upacara
di Istana Surakarta dan Yogyakarta disederhanakan.
Pada awal
pemerintahannya, Daendels menentang sistem kerja paksa dan merombak sistem
feodal. Akan tetap, tugas untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris
menyebabkan Daendels terpaksa harus mengadakan penyerahan kerja paksa secara
besar-besaran (dengan menggunakan pengaru penguasa pribumi) untuk membangun
jalan-jalan dan benteng-benteng pertahanan. Demikian juga karena kas Negara
kosong menyebabkan juga ditempuh cara-cara lama untuk mengisi kas Negara.
Dengan demikian, kehidupan rakyat pribumi tetap menderita.
Ketika akhrinya
inggris menyerbu pulau Jawa, Daendels sudah dipanggil kembali ke Eropa.
Penggantinya tidak mampu menahan serangan Inggris dan terpaksa menyerah. Dengan
demikian, Indonesia berada di bawah kekuasaan Inggris.
b. Masa
Pemerintahan Raffles (1811-1816)
Setelah indonesia
(Khususnya pulau jawa) jatuh ke tangan inggris, oleh pemerintah inggris
dijadikan bagian dari jajahannya di India. Gubernur Jenderal East India Company
(EIC), Lod Minto yang berkedudukan di Calcuta (India), kemudian mengangkat
Thomas Stamford Raffles sebagai letnan gubernur (Wakil gubernur) untuk
indonesia (jawa).
Raffles didampingi
oleh suatu bdan penasihat yang disebut Advisory Coucil. Tugas yang utama adalah
mengatur pemerintahan dan meningkatkan perdagangan serta keuangan . Sebagai
seorang yang beralihan liberal, Raffles menginginkan adanya perubahan-perubaahan
dalam pemerintahan di Indonesia (Jawa). Selain di bidang pemerintahan, ia juga
dilakukan perubahan di bidang ekonomi. Ia hendak melaksanakan kebijaksanaan
ekonomi yang didasarkan kepada dasar-dasar kebebasan sesuai dengan ajaran
liberal. Langkah-langkah yang diambil oleh Raffles dalam bidang pemerintahan
dan ekonomi adalah sebagai berikut :
- Mengadakan
penggantian sistem pemerintahan yang semula dilakukan oleh penguasa
pemerintahan kolonial ala Barat. Untuk memudahkan sistem administrasi
pemerintahan, Pulau Jawa dibagi menjadi delapan belas karesidenan.
- Para bupati
dijadikan pegawai pemerintah sehingga mereka mendapat gaji dan bukan lagi
memiliki tanah dengan segala hasilnya. Dengan demikian, mereka bukan lagi
sebagai penguasa daerah, melainkan sebagai pegawai yang menjalankan tugas atas
perintah dari atasannya.
- Menghapus segala
bentuk penyerahan wajib dan kerja paksa atau rodi. Rakyat diberi kebebasan
untuk menanam tanaman yang menguntungkan.
- Raffles
menganggap bahwa pemerintah kolonial adalah pemilik semua tanah yang ada di
daerah tanah jajahan Oleh karena itu, Raffles mengangap para penggarap sawah
adalah penyewa tanah pemerintah. Oleh karena itu, para petani mempunyai
kewajiban membayar sewa tanah kepada pemerintah. Sewa tanah atau landrente ini
harus diserahkan sebagai suatu pajak atas pemakaian tanah pemerintah oleh
penduduk.
Sistem sewa tanah
semacam itu oleh pemerintah Inggris dijadikan pegagan dalam menjalankan
kebijaksanaan ekonominya selama berkuasa di Indonesia. Sistem ini kemudian juga
diteruskan oleh pemerintah Hindia Belanda setelah Indonesia disrahkan kembali
kepada Belanda.
Pengaruh Revolusi Industri terhadap Perubahan Sosial, Ekonomi, dan Politik Indonesia
2. Perubahan di
Bidang Sosial Ekonomi
Sejak awal abad
ke-19, pemerintah Belanda mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk membiayai
peperangan baik di Negeri Belanda sendiri (pemberontakan rakyat Belgia), maupun
di Indonesia (terutama perlawanan diponegoro) sehingga Negeri Belanda harus
menanggung hutang yang sangat besar.
Untuk menyelamatkan
Negeri Belanda dari bahaya kebangkrutan maka Johane Van Den Bosch diangkat
sebagai gubernur jenderal di Indonesia dengan tugas pokok menggali dana
semaksimal mungkin untuk mengisi kekosan kas Negara, membayar hutang, dan
membiayai perang. Untuk melaksanakan tugas berat itu, van den Bosch memusatkan
kebijaksanaannya pada peningkatan produksi tanaman ekspor. Untuk itu, yang
perlu dilakukan ialah mengerahkan tenaga rakyat tanah jajahan untuk melakukan
penanaman tanaman yang hasil-hasilnya dapat laku di pasaran dunia dan dilakukan
dengan sistem paksa. Setelah tiba di Indonesia (1830) van den Bosch menyusun
program kerja sebagai berikut :
- Sistem Sewa tanah
dengan uang harus dihapus karena pemasukannya tidak banyak dan pelaksanaanya
sulit.
- Sistem tanam
bebas harus diganti dengan tanam wajib dengan jenis-jenis tanaman yang sudah
ditentukan oleh pemerintah.
- Pajak atas tanah
harus dibayar dengan penyerahan sebagian dari hasil tanamannya kepada
pemerintah belanda.
Apa yang dilakukan
oleh Van Den Bosch itulah yang kemudian dikenal dengan nama sistem tanam paksa
atau cultuur stelsel. Sistem tanam paksa yang diajukan oleh van den Bosch pada
dasarnya merupakan gabungan dari sistem tanam wajib (VOC) dan sistem pajak
tanah (Raffles).
Pelaksanaan sistem
tanam paksa banyak menyimpang dari aturan pokoknya dan cenderung untuk
mengadakan eksploitasi agraris semaksimal mungkin. Oleh karena itu, sistem
tanam paksa menimbulkan akibat sebagai berikut :
a. Bagi Indonesia
(Khususnya jawa)
1. Sawah Ladang
menjadi terbengkalai karena diwajibkan kerja rodi yang berkepanjangan sehingga
penghasilan menurun drastis.
2. Beban rakyat
semakin berat karena harus menyerahkan sebagian tanah dan hasil panenenya,
membayar pajak, mengikuti kerja rodi, dan menanggung resiko akibat gagal panen.
3. AKibat
bermacam-macam beban menimbulkan tekanan fisik dan mental yang berkepanjangan.
4. Timbulnya bahaya
kemiskinan yang makin berat.
5. Timbulnya bahaya
kelaparan dan wabah penyakit dimana-mana sehingga angka kematian meningkat
drastic. Bahaya kelaparan menimbulkan korban jiwa yang sangat mengerikan di
daerah Cirebon (1843), Demak (1849), dan Grobogan (1850). Kejadian ini
mengakibatkan jumlah penduduk menurun drastic. Penyakit busung lapar
(hongorodim) juga berkembang dimana-mana.
b. Bagi Belanda
Apabila sistem
tanam paksa telah menimbulkan malapetaka bagi bangsa indonesia, sebaliknya bagi
bangsa Belanda berdampak sebgai berikut :
1. Mendatangkan
Keuntungan dan kemakmuran rakyat Beladna.
2. Hutang-hutang
Belanda dapat terlunasi.
3. Penerimaan
Pendapatan melebihi anggaran belanja.
4. Kas Negeri
Belanda yang semula kosong, dapat terpenuhi.
5. Berhasil
membangun Amsterdam menjadi kota pusat perdagangan dunia.
6. Perdagangan
berkembang pesat.
Sistem tanam paksa
yang mengakibatkan kemelaratan bagi bangsa Indonesia, khususnya jawa,
menimbulkan reaksi dari berbagai pihak, seperti golongan pengusaha, Baron VAN
Hoevel, dan Edward Douwes Dekker. Akibat adanya reaksi tersebut, pemerintah
Belanda secara berangsur-angsur menghapuskan sistem tanam paksa.
Sesudah tahun 1850,
kaum Liberal memperoleh kemenangan Politik di Negeri Belanda. Merek juga ingin
menerapkan asa-asas Liberalisme di tanah jajahan.D alam hal ini kaum liberal
berpendapat bahwa pemerintah semestinya tidak ikut campur tangan dalam maslah
ekonomi, tugas ekonomi haruslah diserahkan kepada orang-orag swasta, dan agar kaum
swasta dapat menjalankan tugasnya maka harus diberi kebebasan berusaha.
Sesuai dengan
tuntutan kaum Liberal maka pemerintah kolonial segera memberikan peluang kepada
usaha dan modal swasata untu menanamkan modal mereka dalam berbagai usaha di
Indonesia, terutama perkebunan-perkebunan di Jawa dan di Luar Jawa. Selama
periode tahun 1870-1900 Indonesia terbuka bagi modal swasta Barat. Oleh karena
itu masa ini sering disebut zaman Liberal. Selaa masa ini kaum Swasta Barat
membuka perkebunan-perkeubuan seperti, kopi, teh, gula dan kina yang cukup
besar di jawa dan Sumatera timur.
Selama zaman
Liberal (1870-1900), usaha-usaha perkebunan swasta Barat mengalami kemajuan
pesat dan mendatangkan keuntungan yang besar bagi pengusaha. Kekayaan alam
indonesia mengalir ke Negeri Belanda. Akan tetapi, bagi penduduk pribumi,
khususnya di Jawa telah membawa kemerosotan kehidupan dan kemunduran tingkat
kesejahteraan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti berikut :
1. Adanya
pertumbuhan penduduk yang meningkat pada abad ke-19, sementara itu jumlah
perduksi pertanian menurun.
2. Adanya sistem
tanam paksa dan kerja rodi yang banyak menimbulkan penyelewengan dan
penyalahgunaan dari pihak pengusaha sehingga membawa korban bagi penduduk.
3. Dalam mengurusi
pemerintahan di daerah luar jawa, pemerintah Belanda mengerahkan beban keuangan
dari daerah Jawa sehingga secara tidak langsung jawa harus menanggung beban
keuangan.
4. Adanya sistem
perpajakan yang sangat memberatkan penduduk.
5. Adanya krisis
perkebunan pada tahun 1885 yang mengakibatkan perusahaan-perusahaan mengadakan
penghematan,Seperti menekan uang sewa tanah dan upah kerja baik di pabrik
maupun perkebunan.
Pada akhir abad
ke-19 muncullah kritik-kritik tajam yang ditujukan kepada pemerintah Hindia
Belanda dan praktrik Liberalisme yang gagal memperbaiki nasib kehidupan rakyat
Indonesia. Para pengkritik itu menganjurkan untuk memperbaki rakyat Indonesia.
Kebijaksanaan ini didasarkan atas anuran Mr. C. Th. Van Deventer yang
menuliskan buah pikirannya dalam majalah De Gids (Perintis/Pelopor) dengan
judul Een Ereschuld (Berhutang budi) sehingga dikenal politik etis atau politik
Balas budi. Gagasan Van Deventer terkenal dengan nama Trilogi Van Deventer.
Demikianlah artikel
tentang Pengaruh Revolusi Industri terhadap Perubahan Sosial, Ekonomi, dan
Politik Indonesia. Semoga bermanfaat.
0 Response to "Pengaruh Revolusi Industri terhadap Perubahan Sosial, Ekonomi, dan Politik Indonesia"
Post a Comment
Tolong Jangan Melakukan SPAM ya.
KOMENTARLAH SESUAI ARTIKEL DI ATAS :)
TERIMA KASIH
ADMIN
INDRA SAPUTRA