PENJELASAN SECARA LENGKAP TENTANG PERUBAHAN SOSIAL
PENJELASAN SECARA LENGKAP TENTANG PERUBAHAN SOSIAL - Masyarakat selalu
berubah dari waktu ke waktu. Perubahan merupakan kodrat yang akan selalu
dialami masyarakat. Banyak faktor yang dapat menyebabkan atau memicu perubahan
itu, begitu pula faktor yang menghambatnya. Perubahan terjadi Karena amanusia
yang adai di dalamnya selalu aktif berinteraksi dalam rangka memenuhi kebutuhan
dlaam hidupnya. Semua ini merupakan hal yang penting Anda pelajari sehingga
memperoleh pemahaman yang cukup mengenai perubahan sosial.
PENJELASAN SECARA LENGKAP TENTANG PERUBAHAN SOSIAL |
A. HAKIKAT PERUBAHAN
SOSIAL
1. Pengertian Perubahan
Sosial
Kondisi Masyarakt di
sekitar kita dari waktu ke waktu selalu berubah. Perubahan itu meliput berbagai
aspek kehidupan manusia dalam bermasyarakat. Misalnya, bentuk arsitektur
bangunan, peralatan dan tekonologi, hingga cara berpikir manusia. Contoh lain
adalah bahasa. Apabila anda memabca puisi-puisi karangan penyair pada tahun
1930-an, pasti banyak sekali kata atau rangkaian kalimat yang anda tidak
mengerti artinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa bahasa pada zaman itu berbeda
dengan bahasa kita sekarang. Atau, datanglah ke salah satu sisi kota anda yang
mempertahankan gedung-gedung peninggalan masa lalu. Di kota semarang misalnya,
ada satu bagian kota yang disebut Lawangsewu atau Kotalama. Di sana masih
berdiri tegar bangunan-bangunan bergaya arsitektur lama. Sementara itu, bagian
lain kota semarang telah dipenuhi bentuk-bentuk bangunan baru. Anda juga dapat
mencoba mewawancarai kakek atau ayah anda mengenai keadaan daerah anda pada
masa mereka masih kecil. Bandingkanlah dengan keadaan sekarang. Semua itu membuktikan
perubahan sosial selalu terjadi di mana pun.
Masyarakat dikatakan
mengalami perubahan apabila terjadi ketidaksamaan antara keadaan di masa lampau
dengan sekarang waktu yang cukup lama. Masyarakat yang selalu mengalami
perubahan relative cepat disebut masyarakat dinamis, misalnya masyarakat
perkotaan. Sifat masyarakat kota yang terbuka terhadap masuknya pengaruh luar
membuatnya menjadi cepat berubah, sedangkan masyarakat yang mengalami perubahan
sangat lambat, bahkan tidak ada perubahan sama sekali disebut masyarakat
statis. Misalnya, masyarakat pedesaan yang terisolir. Keterisoliran suatu
masyarakat menyulitkan masuknya unsur-unsur kebudayaan asing. Warga masyarakat
pedesaan lebih berpegang teguh kepada budaya asli, seperti yang terjadi pada
masyarakat badui dan wilayah banten.
Sebenarnya, perubahan
sosial merupakan suatu proses yang bermula sejak manusia hidup bermasyarakat.
Prose situ tidak pernah berhenti sampai kapan pun, karena manusia selalu
menciptakan hal-hal baru dalam hidupnya. Perubahan sosial adalah sesuatu yang
bersifat konstan atau tetap. Artinya, perubahan sosial terjadi terus-menerus
tanpa henti. Menurut Paul B.Horton (1999), tidak ada satu masyarakat pun yang
generasi barunya meniru atau mengambil alih seratus persen kebudayaan generasi
sebelumnya. Kondisi sosial dikatakan berubah apabila struktur sosial mengalami
perubahan secara signifikan (berarti). Perubahan jangka pendek dalam hal turun
naiknya jumlah pengangguran bukan merupakan perubahan sosial. Perubahan
berbagai mode, fashion, atau perubahan perilaku dan gagasan yang bersifat
sementara juga bukan termasuk perubahan sosial. Demikian juga proses pemilihan
umum untuk mengganti pemerintah juga bukan perubahan sosial. Akan tetapi,
apabila setelah pemilihan umum atau bahkan tanpa pemilihan umum (terjadi
kudeta, misalnya) muncul seorang pemimpin pemerintahan yang bersifat otoriter
dan diktrator sehingga struktur pemerintahan berubah, barulah dapat disebut
telah terjadi perubahan sosial.
Dua istilah yang sering
dibicarakan para ahli sosiologi mengenai perubahan masyarakat, yaitu perubahan
sosial (social change) dan perubahan budaya (cultural change). Perubahan sosial
merupakan perubahan dalam segi struktur sosial dan hubungan sosial, sedangkan
perubahan budaya menyangkut perubahan dalam segi budaya masyarakat.
Perubahan dalam hal
struktur dan hubungan sosial menyangkut berbagai segi. Segi-segi tersebut
antara lain peruban nilai-nilai dan norma-norma sosial, perubahan pola-pola
perilaku organisasi, perubahan susunan lembaga kemasyarakatan, dn perubahan di
bidang kependudukan. Perubahan nilai dan norma sosial mencakup perubahan peran
suami yang semula sebagai peimpin keluarga berubah menjadi mitra istri dalam
keluarga demokrtasi, penurunan kadar rasa kekeluargaan, dan perubahan dalam hal
distribusi kelompok usia, tingkat kelahiran penduduk, perpindahan orang dari
desa ke kota, dan tingkat pendidikan rata-rata. Di samping itu, perubahan
struktur sosial dapat berupa perubahan fungsi masyarakt, perubahan kelas-kelas
dan kelompok-kelompok sosial.
Perubahan budaya dapat
berupa penemuan dan penggunaan teknologi baru. Wujudnya dapat berupa penyebaran
mobil sebagai sarana transportasi, dan perkembangan teknologi komunikasi yang
berbasis computer. Unsur kebudayaan lain yang turut berubah antara lain penambahan
kata-kata baru dalam bahasa kita, perubahan pemahaman mengenai tata susila dan
moralitas, lahirnya bentuk seni baru dan kecendrungan masyarakat yang
menghendaki adanya persamaan gender (sex equality) dan lain-lain.
Semua perubahan sosial
selalu berdampak pada perubahan budaya, namun tidak semua perubahan budaya
berdampak keada perubahan sosial. Contohnya, perubahan mode pakaian yag selalu
terjadi setiap saat. Oleh karena itu, ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih
luas daripada perubahan sosial.
Apabila dipahami secara
teliti, sebenarnya kedua konsep perubahan sosial saling bertumpang tindih.
Misalnya, kecendrungan persamaan gender berkaitan dengan perubahan norma budaya
menyangkut peran pria dan wanita, dan juga berkaitan dengan perubahan hubungan sosial.
Hampir semua perubahan besar di masyarakat menyangkut perubhan sosial dan
budaya sekaligus. Oleh karena itu, pengertian kedua istilah itu sering dianggap
sama dan sering terbolak-balik. Bahkan, terkadang kedua istilah itu disatukan
menjadi perubahan sosial-budaya (socio-cultural change) agar mencakup kedua
konsep di atas. Perubahan sosial budaya menyangkut perubahan pola-pola perilaku
dan perubahan norma-norma lama ke arah norma-norma baru.
Lingkup perubahan
sosial :
1. Perubahan komposisi
penduduk akibat migrasi, mobilitas horizontal, kelahiran dan kematian
2. Perubahan struktur
sosial, meliputi stratifikasi sosial, terbentuknya kelas dan kelompok sosial.
3. Perubahan fungsi,
meliputi spesialisasi pekerjaan
4. Perubahan batas
sosial, misalnya penggabungan beberapa kelompok sosial
5. Perubahan hubungan
antarsubsistem, misalnya pemerintah otoriter dalam mengendalikan keluarga
6. Perubahan
lingkungan, misalnya kerusakan ekologi dan gempa bumi.
2. Proses Perubahan
sosial
Sejak dulu, manusia
telah menyadari fenomena perubahan sosial. Oleh karena itu, berbagai teori
perubahan telah dikemukakan orang untuk menjelaskannya. Dua pemikiran penting
yang masih digunakan untuk menjelaskan hakikat perubahan sosial adalah teori
fungsional dan teori konflik.
Dalam teori fungsional,
perubahan dianggap sebagai suatu yang konstan dan mengacaukan keseimbangan
masyarakat. Proses pengacauan itu berhenti pada saat perubahan tersebut telah
diintegrasikan ke dalam kebudayaan. Perubahan yang bermanfaat (fungsional0 diterima
dan yang tidak bermanfaat (disfungsional) ditolak.
Menurut teori konflik,
yang bersifat konstan adalah konflik sosial, bukan perubahan sosial. Artinya,
masyarakt selalu mengalami konflik terus-menerus. Perubahan hanya merupakan
akibat adanya konflik sosial. Karena konflik berlangsung terus-menerus, maka
perubahan juga berlangsung terus-menerus. Perubahan menciptakan kelompok baru
dan kelas sosial baru. Konflik antarkelompok dan antar kelas sosial menciptakan
perubahan berikutnya. Setiap perubahan menunjukkan keberhasilan kelompok atau
kelas sosial pemenang dalam memaksakan kehendaknya terhadap kelompok atau kelas
sosial lainnya.
Perlu diingat bahwa
perubahan harus dibedakan dengan kemajuan. Sebab, kemajuan mengandung maksud
sebagai suatu penilaian mengenai perubahan. Kemajuan (progress) berarti
eprubaha ke arah yang dikehendaki oleh
orang yang setuju terhadap perubahan. Akan tetapi, orang yang tidak setuju pada
perubahan akan mengatakannya sebagai pemunduran (regress). Dengan kata lain,
perubahan tidak selalu berupa kemajuan. Oleh karena itu, istilah perubahan
lebih tepat digunakan daripada kemajuan.
Dalam skala luas
(makro), masyarakat berubah melalui tahap-tahap tertentu. Pada awalnya,
masyarakat hidup dalam kesederhanaan, kemudian meningkat menjadi agak lebih
maju, dan akhirnya mencapai tahap modern. Masyarakat sederhana (primitif)
terjadi pada masa prasejarah, ketika manusia hidup dalam zaman batu, belum
mengenal tulisan dan teknologi, mereka hidup mengembara, mencari makanan dengan
berburu, dan mengumpulkan buah-buahan liar. Pada tahap perkembangan madya,
masyarakat mulai tinggal mengolah lahan dan memelihara ternak, walaupun secara
tradisional. Akhirnya, masyarakat memasuki tahap industrialisasi modern.
Selanjutnya, masyarakat akan semakin maju atau justru semakin mundur sehingga
mengalami kehancuran. Matinya peradaban kuno di Mahenjo Daro, Harapa, mesir
kuno, dan lain-lain merupakan contoh masyarakat yang telah mati. Peradapannya
pun tinggal puing-puing.
B, BENTUK-BENTUK
PERUBAHAN SOSIAL
Ada berbagai macam
bentuk perubahan sosial. Bentuk-bentuk itu dibedakan berdasarkan sifat
perubahan yang terjadi. Bentuk-bentuk perubahan sosial dapat dilihat dari tiga
sudut pandang. Pertama, dari sudut pandang waktu berlangsungnya, perubahan yang
terjadi di masyaraakat ada yang bersifat lambat (evolusi), ada pula yang cepat
(revolusi). Kedua, dari sudut pandang ruang lingkung unsure-unsur yang berubah,
ada perubahan kecil dan ada perubahan besar. Ketiga, dari sudut pandang
kehendak agen perubahan (agent of change), ada petubahan yang dikehendaki atau
direncanakan. Agen perubahan adalah orang atau sekelompok orang yang menjadi
penggerak perubahan. Berikut ini dijelaskan satu-persatu bentuk-bentuk
perubahan tersebut
1. Evolusi Sosial
Evolusi masyarakat
berlangsung lama dan terdiri dari rentetan perubahan-perubahan kecil yang
berkelanjutan. Perubahan itu terjadi secara alami tanpa direncakan oleh
manusia. Kebutuhan-kebutuhan manusia yang selalu berubah dari waktu ke waktu
menuntut terjadinya penyesuaian-penyesuaian oleh berbagai unsur masyarakat.
Para ahli sosiologi telah beruusaha menjelaskan terjadinya evolusi masyarakat
dengan berbagai teori.
Secara Evolutif,
perubahan sosial memiliki arah tetap, setiap masyarakat melewati jalur yang
berlumla dari tahap perkembangan awal dan menuju tahap perkembangan akhir.
Apabila telah mencapai tahap akhir maka perubahan evolusione berhenti. Teori
ini dikemukakan oleh Auguste Comte (1798-1857), Herbect Spencer (1820-1903),
Lewis Henry Morgan (1818-1881) dan Karl Marx (1818-1882).
Auguste Comte
menjelaskan bahwa perubahan sosial melalui tiga tahap, yaitu tahap teologis,
tahap metafisima, dan tahap positif. Ketiga tahap ini dikenal dengan sebutan
Hukum Tiga Jenjang. Pada tahap teologis, masyarakat diarahkan oleh nilai-nilai
adikodrati (Supranatural). Pada tahap ini perubahan sosial dianggap sebagai
proses yang dikendalikan Tuhan. Pada tahap metafisika, kepercayaan adikodrati
digeser oleh prinsip-prinsip abstrak yang berperan sebagai dasar perkembangan
masyarakat. Pada tahap ini, manusia berperan sebagai dasar perkembangan
masyarakat.
Untuk menjelaskan
Evolusi sosial, Herbert Spencer mengadopsi teori Evolusi biologis yang
dikembangkan oleh Charles Darwin. Menurut dia, masyarakat bermula dalam bentuk
kelompok suku yang homogen dan sederhana (primitif) ke tahap masyarakat modern
yang kompleks. Spencer juga mengadopsi pendapat Darwin yang menyatakan, bahawa
hanya individu yang kuatlah yang mampu bertahan. Sehingga, dalam perubahan
sosial hanya orang-orang (masyarakat) yang kuat yang menang dalam persaingan
hidup, sedangkan orang-orang (masyarakat) yang lemah dan malas akan tersisish.
Lahir-Berkembang-Mati
Senada dengan Herbert
Spencer, Karl Mark juga menyatakan bahwa perubahan masyarakat bermula dari
tahap masyarakat primitif menuju tahap teknologi modern yang kompleks. Setiap
tahap perubahan, memiliki metoder produksi yang cocok dengan perkembangan saat
itu, dan unsur-unsur budaya diselaraskan dengan cara tersebut. Karl Marx juga
memandang, bahwa dalam masyarakat selalu terjadi konflik, maka menurut dia
setiap tahap memiliki unsure pengubah. Unsur pengubah itu berupa konflik sosial
yang akan menimbulkan perubahan sosial untuk menuju keadaan masyarakat
berikutnya. Dengan teori konflik atau dialektika sosialnya, Karl Marx
meramalkan bahwa masyarakat kapitalis akan runtuh dan digantikan oleh
masyarakat komunis. Namun, ternyata teori ini tidak terbukti.
Menurut Paul B.Horton,
semua teori tersebut memiliki kelemahan. Pertama, data yang menunjang penentuan
tahap perubahan masyarakat sering tidak cermat. Kedua, urutan tahap tidak
sepenuhnya tegas. Ada masyarakat yang melangkah beberapa tahap perubahan dan
langsung memasuki tahap industry. Sementara itu, beberapa masyarakat lainnya justru mundur ke
tahap sebelumnya. Ketiga, pendapat yang menyatakan bahwa perubahan akan
berakhir pada tahapan ‘terakhir’ ternyata tidak terbukti, karena perubahan akan
terjadi terus menerus tanpa henti.
Bentuk perubahan
evolutif juga pernah diyakini berlangsung dalam suatu perputaran, atau siklus.
Teori siklus menjelaskan bahwa perubahan sosial melalui beberapa tahap, namun
tidak berakhir pada tahap ‘terakhir’ yang dianggap telah tercapainya
kesempurnaan perubahan. Menurut teori siklus, setelah perubahan sosial mencapai
tahap akhir maka perubahan akan kembali berulang mulai tahap pertama. Begitu
seterusnya, sehingga merupakan suatu siklus. Teori seperti ini dikembangkan
oleh Osward Spengler (1880-1936), Pitirim A. Sorokin (1889-1968) dan Arnold
Toynbee (1889-1975).
Menurut Oswal Spengler,
setiap peradaban besar mengalami proses pentahapan mulai dari kelahiran,
pertumbuhan, dan keruntuhan. Proses perputaran dari pertumbuhan menuju
keruntuhan memakan waktu selama seribu tahun. Setelah itu akan muncul peradaban
baru. Berdasarkan teorinya, Spengler pernah meramalkan terjadinya hari kiamat.
Pitirim A. Sorokin
berpendapat, bahwa semua peradaban besar berada dalam siklus tiga sistem
kebudayaan yang berputar tanpa akhir, yaitu kebudayaan ideasional, kebudayaan
idealistis, kebudayaan sensasi. Kebudayaan ideasional yang didasari oleh
nilai-nilai dan unsur-unsur adikodrati. Kebudayaan idealsitis merupakan
gabungan unsure kepercayaan adikodrati dan unsure rasionalitas yang berdasarkan
fakta dalam usaha menciptakan masyarakat ideal.. Kebudayaan sensasi mendasarkan
pada pemikiran pokok bahwa dunia material yang kita rasakan dengan indra
merupakan satu-satunya kenyataan yang ada.
Arnold Toynbee juga berpendapat, bahwa peradaban
besar berada dalam siklus kelahiran, pertumbuhan, keruntuhan, dan kematian.
Menurut dia, di dunia ini pernah ada dua puluh satu peradaban besar yang telah punah dan tinggal peradaban
barat yang sekarang sedang menuju kepunahan.
Ketiga teori siklus di
atas juga dinilai meragukan, karena tidak didukung oleh data yang terpercaya.
Di samping itu, teori-teori tersebut tidak dapat menjawab mengapa peradaban
mengalami perubahan dan mengapa respon setiap masyarakat terhadap perubahan
dilakukan secara berbeda.
2. Revolusi Sosial
Perkembangan masyarakat
dapat terjadi secara bertahap seperti yang dijelaskan menurut teori evolusi
sosial. Namun, terkadang perubahan itu berlangsung singkat dan cepat atau
disebut dengan revolusi. Revolusi dapat terjadi secara ternencana, dan dapat
pula tanpa disengaja. Setiap masyarakat memang selalu berubah, namun tidak
semua perubahan berlangsung dalam kecepatan dan arah yang sama. Perubahan
secara revolusi pada umumnya disertai dengan kekerasan.
Suatu revolusi
membutuhkan waktu relative cepat, namun yang lebih penting adalah terjadinya
perubahan pada sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat. Relativitas waktu
dala evolusi tampak dengan jelas. Anda
dapat membandingkan jangka waktu yang dibutuhkan dalam proses Revolusi industir
di inggris yang kemudian menyebar ke seluruh Eropa, dengan revolusi kemerdekaan
Indonesia. Revolusi Industri berlangsung dari tahun 1800-an hingga awal
1900-an. Hampir satu abad, sedangkan revolusi kemerdekaan Indonesia berlangsung
sejak proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 hingga kemerdekaan
Indonesia benar-benar diakui secara internasional pada tahu 1949. Walaupun jangka
waktunya berbeda jauh, namun keduanya menyebabkan terjadinya perubahan
sendi-sendi masyarakat. Revolusi industry bukan hanya menyangkut perubahan
mendasar di bidang industry, tetapi juga telah menyebabkan terjadinya perubahan
besar-besaran di bidang kebudayaan, politik, dan kehidupan sosial. Revolusi
industry mengubah cara orang bekerja, hubungan antara buruh dan majikan, dan
struktur sosial juga berubah. Revolusi kemerdekaan Indonesia mengubah status
bangsa Indonesia yang semula sebagai masyarakat yang dijajah menjadi masyarakat
yang berdaulat. Terbentuknya kedaulatan Negara berarti mengubah struktur
masyarakat secara menyeluruh berikut lembaga-lembaga, serta nilai dan norma
sosialnya.
Revolusi dapat terjadi
secara terencana maupun tidak. Namun, ada beberapa syarat yang harus terpenuhi
agar sebuah revolusi dapat berlangsung. Syarat-syarat itu adalah secara umum
warga masyarakat menghendaki adanya perubahan, adanya seorang pemimpin yang
mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat untuk berubah, adanya momentum (Saat)
yang tepat untuk mencetukan perubahan. Revolusi kemerdekaan Indonesia
contohnya, syarat pertama adalah adanya keinginan untuk merdeka yang sudah
mulai sejak zaman pergerakan kebangsaan. Syarat kedua adalah tampilnya para
tokoh seperti Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, syahrir, dan lain-lain. Syarat
ketiga adalah momentum kekalahan jepang dalam perang dunia kedua, sehingga
pencetusan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 benar-benar tepat waktunya.
3. Perubahan kecil dan
perubahan besar
Evolusi maupun revolusi
pada dasarnya adalah perubahan dalam skala besar karena membawa dampak yang
luas pada masyarakat. Namun, perubahan sosial tidak selalu harus mencakup aspek
yang luas dalam kehidupan masyarakat. Berubahnya mode pakaian adlah perubahan
yang selalu terjadi di masyarakat. Namun, hal itu tidak berdampak kepada
aspek-aspek lain dalam masyarakat sehingga dapat digolongkan sebagai perubahan
dalam skala kecil.
Contoh di atas berbeda
dengan contoh perubahan sosial disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk di
pulau jawa. Masyarakat Jawa yang pada umumnya agraris sangat bergantung kepada
lahan pertanian. Meningkatnya jumlah petani yang tidak diiringi dengan lahan
pertanian yang baru mengakibatkan munculnya petani-petani gurem yang hanya
memiliki lahan tidak lebih dari seperempat hektar. Akibat selanjutnya, tentu
meningkatnya angka kemiskinan, dan kemiskinan akan menjadi sumber berbagai
masalah sosial berikutnya.
4. Perubahan terencana
dan perubahan tak terencana
Berbagai perubahan yang
terjadi di masyarakat dapat dikategorikan sebagai perubahan yang terencana atau
dikehendaki dan perubahan tidak terencana atau tidak dikehendaki. Perubahan
yang dikehendaki melibatkan adanya pihak tertentu yang menjadi agen perubahan
(agent of change). Agen inilah yang merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi
jalannya perubahan berdasarkan aspirasi yang ditangkap dari warga masyarakat.
Usaha yang dilakukan agen perubahan untuk memengaruhi masyarakat secara teratur
dan terencana agar terjadi perubahan ke arah yang diinginkan disebut rekayasa
sosial (Social engineering) atau perencanaan sosial (Social planning).
Perubahan sering
menimbulkan dua kemungkinan yaitu berhasil atau tidak. Adakalanya perubahan itu
membuahkan hasil yang sesuai dengan harapan masyarakat, adakalanya tidak sesuai
harapan. Suatu perubahan yang telah direncanakan dengan baik, terkadang
berlangsung di luar control masyarakat sehingga hasilnya tidak sesuai harapan.
Namun, ada pula perubahan yang sebenarnya tidak direncanakan justu mendatangkan
sesuatu yang sejalan dengan keinginan masyarakat. Contohnya, proses reformasi
di Indonesia merupakan perubahan yang terencana dengan rapi. Reformasi
bertujuan untuk melakukan perombakan sistem sosial politik, pemberantasan
praktik penyelewengan birokrasi, dan pemberian otonomi kepada daerah-daerah.
Sebagian tujuan itu tercapai, namun sebagian lagi di luar rencana semula. Usaha
pemberantasa korupsi tidak kunjung berhasil, justru korupsi meluas ke
daerah-daerah. Hal ini terbukti dengan banyaknya pejabat daerah yang lebih
diperhatikan. Desentralisasi kewenangan diberikan agar kesejahteraan rakyat di
daerah lebih diperhatikan. Nmun, banyak pemerintah daerah yang justru
melalaikan upaya pelayanan kesehatan dan pendidikan rakyatnya. Posyandu (Pos
Pelayanan Terpadu ) sebagai wujud pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan
anak-anak di bawah umur lima tahun sempat terbengkalai di awal reformasi.
5. Gerakan Sosial
Talcott Parson
menganggap gerakan sosial (social action) sebagai salah satu bentuk perubahan
sosial budaya. Gerakan sosial terjadi apabila terpenuhinya empat syarat, yaitu
adanya tujuan tertentu yang hendak dicapai, ada situasi tertentu yang
membangkitkan, diatur oleh kaidah-kaidah tertentu, dan adanya motivasi
tertentu. Setiap gerakan sosial mencakup empat subsistem, yaitu budaya, sosial,
kepribadian, dan organism perilaku. Subsistem budaya berhubungan dengan
nilai-nilai sosia, subsistem sosial berkaitan dengan norma-norma yang mengatur
tingkah laku manusia agar sejalan dengan nilai-nilai sosial. Subsistem
kepribadian berhubungan dengan sikap dan kecendrungan untuk berprilaku terhadap
orang lain hal-hal di sekitarnya. Subsistem organisme prilak merupakan tingkah
laku manusia sehari-hari.
Gerakan sosial adalah
suatu bentuk perilaku kolektif yang memiliki tujuan bersama dalam jangka panjang
untuk mengubah atau mempertahankan kondisi masyarakat atau institusi. Perilaku
kolektif adalah perilaku sejumlah warga masyarakat yang tidak berpedoman pada
institusi-institusi sosial. Dapat juga dikatakan sebagai suatu perilaku
menyimpang yang bersifat kolektif.
Gerakan sosial seperti
ini dapat mengubah masyarakat. Misalnya gerakan yang dilakukan KAMI (Kesatuan
Aksi Mahasiswa Indonesia) pada tahun 1966 yang berhasil menggulingkan
pemerintahan Presiden Soekarno sehingga terjadi perubahan pemerintahan di
Indonesia. Demikian juga, yang terjadi pada tahun 1998 ketika mahasiswa
Indonesia kembali beraksi menurunkan Presiden Soeharto, sehingga pergantian
pemerintahan terjadi lagi, bahkan diserttai serangkaian perubahan mendasar
dalam sistem pemerintahan Indonesia. Gerakan sosial pada tahun 1998, bertujuan
mereformasi berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Hasilnya, kecuali
turunnya presiden Soeharto, gerakan reformasi yang dimotori mahasiswa juga
memicu terjadinya amandemen UUD 1945. Dengan hasil amandemen keempat UUD 1945
pada tanggal 5 April 2004, Indonesia telah melaksanakan pemilihan umum secara
langsung terhadap anggota lembaga legislative, dan pada tanggal 5 Juli 2004
(putaran pertama) serta tanggal 5 Septemen
2004 (Putaran kedua) untuk pertama kalinya dilakukan pemilihan secara langsung
presiden Republik Indonesia.
Suatu gerakan sosial
tidak muncul begitu saja, tetapi ada sebabnya. Penyebabnya adalah deprivasi
ekonomi dan sosial, yaitu adanya penderitaan akibat berbagai kekurangan
kebutuhan hidup. Kekurangan sandang, pangan dan mahalnya sarana tempat tinggal
membuat warga masyarakat tidak puas. Tidak meratanya distribusi berbagai
kebutuhan hidup juga mengakibatkan kesenjangan ekonomi. Kondisi masyarakat
seperti ini dapat memicu pergerakan sumber daya (resources mobilization) untuk
melakukan gerakan sosial. Sumber daya yang dimaksud adalah manusia sebagai
pemimpin gerakan, keterlibatan organisasi tertentu, dana dan sarana. Misalnya,
gerakan reformasi pada tahun 1998 tidak akan terjadi, tidak ada pengerahan
mahasiswa dengan dukungan para pemimpin reformasi, beserta organisasi yang ada
di belakang mereka.
Sebenarnya, gerakan
sosial tidak hanya menuntut suatu reformasi. Menurut David Arbele, ada empat
bentuk gerakan sosial budaya yang dapat menyebabkan perubahan sosial, yaitu
alternative movement, redemptive movement, reformative movement, dan
transformative movement.
a. Alternative movement
adalah gerakan yang bertujuan untuk mengubah sebagian perilaku perorangan.
Contohnya, gerakan sosial dalam bentuk kampanya anti merokok, kampanye
pemakaian garam beryodium, kampanye menghindari AIDS dengan tidak melakukan
hubungan seks bebas dan lain-lain.
b. Redemptive Movement
adalah gerakan sosial untuk mengubah perilaku perorangan secara menyeluruh.
Gerakan semacam ini, kebanyakan dalam bidang agama, yaitu dlam bentuk seruan
kepada siapa saja untuk melakukan pertobatan atau menjalani hidup sesuai dengan
ajaran agama.
c. Reformative movement
adalah suatu gerakan sosial yang bertujuan agar masyarakat mengubah perilakunya
pada aspek-aspek tertentu. Misalnya, gerakan kaum wanita untuk memperoleh
kesamaan hak dalam mendapatkan pekerjaan. Gerakan ini menuntu agar semua wanita
diperlakukan sama, namun hanya dalam mendapatkan pekerjaan.
d. Transformative
Movement adalah suatu gerakan sosial yang menuntut perubahan masyarakat dalam
seluruh aspek kehidupannya. Misalnya, gerakan sosial yang dilancarkan kaum
Khmer Rouge untuk menciptakan masyarakat komunis di Kamboja.
Berbeda dengan tipologi
Aberle di atas, William Kromblum membagi gerakan sosial menjadi Revolutionary
Movement, Reformist Movement, conservative movement, dan reactionary movement.
a. Revolutionary
Movement merupakan perubahan secara menyeluruh terhadap tatanan sosial,
termasuk institusi pemerintah dan sistem stratifikasi sosial. Suatu gerakan
sosial disebut revolusioner bila mendapatkan gerakan sosial secara missal,
menghasilkan proses reformasi atau perubahan, dan melibatkan ancaman atau
kekerasan. Contoh revolusi sosial adalah revolusi Rusia pada tahun 1917 dan
Revolusi Cina pada tahunn 1949.
b. Reformist Movement
adalah gerakan sosial yang hanya bertujuan mengubah sebagian institusi dan
nilai-nilai sosial. Misalnya, gerakan yang dilakukan Boedi Oetomo pada tahun
1908 semasa perjuangan awal pembentukan Negara Indonesia.
c. Conservative
Movement adalah gerakan sosial yang bertujuan mempertahankan nilai-nilai dan
insitusi sosial yang telah mapan. Gerakan seperti ini sering terjadi di
Indonesia, terutama yang dilancarkan oleh kelompok masyarakat yang
antirerformasi 1998. Mereka menginginkan sistem pemerintahan dikembalikan pada
era orde Baru. Namun, rupanya gerakan ini tidak berhasil. Dalam setiap
perubahan, akan selalu muncul kelompok konservatf yang antiperubahan dan
menginginkan situasi dan kondisi tetap seperti biasanya.
d. Reactionany Movement
yaitu suatu gerakan yang bertujuan menghidupkan atau mengembalikan institusi
sosial dan nilai-nilai sosial pada masa lampau serta meninggalkan nilai dan
institusi sosial masa kini. Dalam sejarah dunia, kita dapat melihat contoh
gerakan ini, yaitu gerakan Ku Klux Klan yang menginginkan kembalinya supremasi
orang kulit putih di atas orang kulit hitam di Amerika Serikat.
C. Faktor pendorong dan
Penghambat perubahan sosial budaya
Perubahan terjadi
karena dua hal pertama : Tidak ada masyarakat yang benar-benar terisolasi dari
pengaruh asing, kedua : kebutuhan warga masyarakat selalu berubah. Alasan
pertama mengandung arti, bahwa pengaruh dari luar (eksternal) dapat menimbulkan
perubahan sosial, dan alasan kedua dapat dipahami bahwa perubahan pada dasarnya
terjadi untuk memenuhi kebutuhan yang selalu berubah dari waktu ke waktu.
Alasan kedua, bersifat internal yaitu berasal dari dalam masyarakat itu
sendiri.
Baik bersifat eksternal
maupun internal, pada dasarnya perubahan sosial disebabkan oleh faktor
ekologis, teknologis, dan demografis. Faktor ekologis berarti ada pengaruh
perubahan lingkungan alam terhadap kondisi sosial budaya masyarakat. Masyarakat
yang semula subur, misalnya karena terjadi perusakan hutan di sekitarnya membuat
daerah itu menjadi kering dan gersang. Perubahan ekologi seperti itu akan
berdampak pada perubahan masyarakat, khususnya pada bidang ekonomi dan mata
pencaharian hidup. Faktor teknologi merupakan penyebab terpenting dalam
perubahan masyarakat. Perkembangan teknologi di berbagai bidang, telah mengubah
cara-cara hidup masyarakat, mulai dari bidang transportasi, mata pencaharian,
komunikasi, pendidikan, arsitektur, dan lain-lain. Faktor demografis
berhubungan dengan perubahan jumlah dan komposisi penduduk. Sebagai contoh,
apabila jumlah penduduk suatu masyarakat menunjukkan angka ketergantungan yang
tinggi, maka masyarakat tersebut menghadapi persoalan dala hal penyedian kebutuhan hidup. Semakin banyak
warga yang hidupnya bergantung, baik usia lanjut, menganggur, atau kanak-kanak,
berarti beban masyarakat semakin meningkat. Hal ini dapat memicu terjadinya
perubahan sosial, khususnya yang berhubungan dengan penyediaan lapangan kerja.
Pada zaman dahulu orang
menganggap perubahan sosial bersifat sederhana dan hanya dilihat dari satu
faktor. Misalnya, karl Marx yang menganggap bahwa perubahan sosial didorong
oleh faktor ekonomi. Namun, sekarang orang menyadari bahwa perubahan sosial
bersifat kompleks, karena pada dasarnya masyarakat adalah suatu sistem. Sebagai
suatu sistem, apabila salah satu bagian dalam masyarakat mengalami perubahan,
maka bagian lain akan terpengaruh. Perubahan unsur-unsur material berpengaruh
terhadap unsure-unsur nonmaterial, contohnya perubahan dalam bdang teknologi
otomotif. Dengan penemuan dan perkembangan mobil, terjadilah perubahan dalam
bidang transportasi, dunia kerja, kegiatan mengisi waktu luang, dan aspek-aspek
kehudipan lainnya. Perubahan dalam struktur sosial berpengaruh terhadap fungsi
dan pola hubungan majikan dengan buruh. Demikian pula, apabila terjadi
perubahan dalam aspek lembaga-lembaga sosial, maka akan terjadi penyesuaian
pada sistem sosial secara keseluruhan.
Perubahan dapat dialami
masyarakat tanpa pandang bulu. Ada masyarakat yang berubah sangat cepat dan ada
pula yang lambat. Kadar perubahan itu dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada
di dalam masyarakat sendiri maupun faktor-faktor dari luar. Faktor penyebab
itulah yang mendorong atau justru menghambat terjadinya perubahan sosial
budaya. Secara umum, faktor-faktor tersebut meliputi perubahan kondisi
geografis, biologis, teknologi, ekonomi, kebudayaan material, komposisi
penduduk, ideology, invensi dan difusi.
Perubahan pada salah
satu atau beberapa aspek yang kemudian diikuti oleh aspek-aspek lainnya akan
menuju kepada suatu keadaan keseimbangan (equilibrium) sosial baru. Apabila
terjadi perubahan yang sangat cepat, untuk sementara waktu masyarakat akan
mengalami disorganisasi karena terjadi proses penyesuaian aspek-aspek yang
terlibat. Namun, kemudian akan diikuti dengan proses reorganisasi dan
pemantapan sehingga keseimbangan baru terbentuk kembali.
Berikut ini akan
dijelaskan satu per satu faktor-faktor yang mendorong dan faktor-faktor yang
menghambat terjadinya perubahan sosial.
1. Faktor pendorong
perubahan sosial
Ada beberapa faktor
pendorong perubahan sosial. Faktor-faktor itu meliputi adanya kontak dengan
kebudayaan asing,penemuan dan invensi, konflik, pendidikan, lingkungan fisik,
struktur sosial, nilai dan sikap, serta kebutuhan.
a. Kontak dengan
kebudayaan asing
Unsur kebudayaan asing
tidak dapat dipaksakan terhadap kebudayaan suatu masyarakat. Kalau dipaksakan,
akan menimbulkan penolakan, karena unsur asing itu tidak serasi dan belum
menyatu. Namun, hal itu bukan berarti tertutup kemungkinan masuknya pengaruh unsure
kebudayaan asing. Masyarakt yang memiliki hubungan (kontak) dengan masyarakat
lain cenderung lebih cepat berubah, sementara itu masyarakat terisolasi
cenderung konservatif, stabil dan menolak perubahan. Misalnya, suku-suku di
pedalaman yang terisolasi dan mencegah terjadinya kontak dengan masyarkat lain
pada umumnya sulit berubah.
Setiap kebudayaan akan
saling memengaruhi. Hampir tidak ada satu kebudayaan pun di dunia ini yang
terbebas dari pengaruh kebudayaan asing. Kebudayaan Indonesia pun demikian. Sebagai
conto, berubahnya sistem pendidikan di Indonesia. Zaman dulu, lembaga
pendidikan tradisional asli Indonesia adalah Padepokan dan pesantren. Sejak
bangsa-bangsa eropa datang dan menjajah, muncul berbagai lembaga pendidikan hal
tersebut dikarenakan pengaruh kehidupan Eropa barat yang dibawa oleh Belanda.
Masih banyak unsure lain dalam kebudayaan Indonesia masa kini yang sebenarnya
berasal dari budaya asing, terutama yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Adanya kontak budaya antara masyarakat lain di dunia,
menyebabkan masuknya pengaruh-pengaruh yang menyebabkan terjadinya perubahan
dalam kebudayaan.
Kontak budaya selain
terjadi melalui perpindahan penduduk, dapat pula melalui media massa. Apalagi
sekarang perkembangan sarana komunikasi massa semakin luas dengan bantuan
teknologi reformasi dan komunikasi. Surat kabar faksimili, telepon, radio,
televise, dan internet membuat jarak dan waktu seolah tanpa arti. Peristiwa
apapun yang terjadi di belahan dunia lain dapat dengan segera (bahkan pada saat
yang sama) diketahui oleh masyarakat dibelahan dunia lain. Hal-hal baru yang
dikembangkan masyarakat lain, dapat segera ditiru oleh semua warga dunia.
Akibatnya, tidak ada lagi kebudayaan yang terbebas dari pengaruh kebudayaan
lain. Kontak budaya dengan masyarakat lain mendorong terjadinya perubahan
sosial, karena kontak budaya menyebabkan terjadinya difusi, asimilasi dan
akulturasi budaya.
1. Difusi
Tidak ada satu
masyarakat yang benar-benar terisolasi dari masyaraka lain. Pada saat terjadi
kontak itulah terjadi proses saling meminjam unsur budaya. Dengan demikian,
unsure-unsur dan pola-pola budaya cenderung menyebar dari suatu masyarakat ke
masyarakat lain. Proses penyebaran unsure dan pola kebudayaan seperti ini
disebut difusi. Ada dua macam difusi yaitu difusi intramasyarakat dan difusi
antarmasyarakat. Difusi Intramasyarakat terjadi apabila unsure kebudayaan yang
tersebar berasal dari masyarakat itu sendiri, sedangkan difusi antarmasyarakat
terjadi apabila ada kontak antara suatu masyarakt dengan masyarakat lainnya.
Pada umumnya, perubahan
sosial merupakan akibat adanya difusi. Difusi berlangsung secara dua arah,
saling member dan saling menerima. Namun, masyarakat dengan teknologi lebih
sederhana lebih banyak menyerap unsure budaya dari masyarakat yang lebih maju.
Demikian pula, kelompok sosial berstatus rendah lebih banyak menyerap unsure
budaya dari kelompok sosial berstatus tinggi. Difusi juga diesrtai seleksi dan
modifikasi. Jadi, unsure budaya yang diserap tidak selalu sama persis dengan aslinya.
Dengan bantuan teknologi komunikasi dan sarana transportasi yang telah
berkembang maju seperti sekarang ini, proses difusi tidak harus melalui kontak
langsung dengan sumber aslinya.
2. Asimilasi
Kontak budaya, juga
terjadi melalui perpindahan orang daru suatu masyarkat ke masyarakt lain
sehingga menimbulkan proses asimilasi. Asimilasi terjadi apabila kebudayaan
masyarakat yang didatangi bersifat dominan. Dalam keadaan seperti itu,
cara-cara dan tradisi-tradisi yang dibawa dari kebduayaan masyarakat asal akan
menjadi bagian dari kebudayaan setempat. Oleh karena itu, proses asimilasi
membuat kelompok minoritas menjadi lebur karena anggota-anggota kelompok
kehilangan ciri budayanya, sedangkan masyarakat yang didatangi menerima
unsure-unsur baru dalam kebudayaan. Unsur itu hanya memperkaya variasi, namun
dapat pula penyebab perubahan yang cukup signifikan di masyarakat
3. Akulturasi
Pada saat pertama kali
terjadi kontak antara dua kebudayaan dan kemudian terus menerus berhubungan,
terjadilah pertukaran unsure-unsur kebudayaan itu. Proses ini disebut
akulturasi. Dalam akulturasi, selain terjadi penyerapan unsure-unsur budaya
juga terjadi percampuran unsure-unsur budaya. Unsur yang sering bercampur
antara lain bahasa, cara dan model busana, tarian, music, resep makanan, dan
berbagai peralatan. Misalnya, kita sebagai orang Indonesia telah lama menyerap
unsure budaya dalam bentuk model berpakaian ala dunia islam dan ala barat,
makan menggunakan sendok, serta banyak sekali kata-kata bahasa Indonesia yang
sebenarnya berasal dari bahasa lain (Sanskerta, Belanda, Arab, Cina, Inggris,
dan lain-lain).
Melalui Akulturasi,
bagian-bagian tertentu dari salah satu atau kedua kebudayaan kelompok sosial
yang membaur dan mengalami perubahan, tetapi keberadaan kelompok-kelompok
sosial itu masih berbeda nyata. Disinilah perbedaan antara akulturasi dengan
asimilasi, karena dalam asimilasi salah satu kelompok sosial menjadi bagian
dari kelompok lainnya dan identitasnya hilang. Dalam akulturasi, unsure-unsur
kebudayaan budaya asing yang diserap pada umumnya memiliki ciriciri mudah
dipakai, sangat bermanfaat, dan mudah disesuaikan dengan kondisi setempat.
Misalnya, peralatan tulis menulis, komunikasi, transportasi, sarana pertanian
dan mata pencaharian hidup.
b. Penemuan, Invensi
dan Dasar Budaya
Penemuan, invensi dan
dasar budaya adalah hal yang berbeda namun saling terkait. Penemuan baru
(Discovery) merupakan suatu proses pemanfaatan sesuatu yang sudah ada di Alam,
sedangkan invensi bersifat menciptakan sesuatu yang semula belum ada. Invensi
juga dapat berupa inovasi terhadap hasil ciptaan yang sudah ada sebelumnya.
Penemuan baru dan
invensi mendorong terjadinya perubahan sosial budaya. Penemuan baru menjadi
faktor dalam perubaan sosial, apabila hasil penemuan itu disalahgunakan. Misal,
pada tahun 100 Masehi, Hero dan Alexandria telah menemukan mesin tenaga uap
kecil yang dijadikan barang mainan. Namun, karena belum disalahgunakan, maka
belum menimbulkan perubahan sosial. Setelah dua ribu tahun kemudian, mesin
tenaga uap itu didayagunakan sehingga pada saat itulah penemuan mesin tenaga
uap menjadi faktor pendorong terjadinya perubahan sosial.
Invensi merupakan
kombinasi baru atau cara penggunaan baru dari pengetahuan yang sudah ada.
Misal, pada tahun 1895 George Seldon mengombinasikan mesin gas, tangki gas
cair, gigi perseneling, kopling, tanki kemudi (stir) dan badan kereta, kemudian
mengajukan karya tersebut sebagai mobil. Tidak ada satu pun dari unsure-unsur
itu yang baru diciptakan. Satu-satunya yang baru adalah pengombinasian semua unsure
itu sehingga membentuk mobil. Mobil inilah yang dinamakan invensi.
Ada dua macam invensi,
maka berbagai persoalan dan kebutuhan manusia, baik yang baru muncul maupun
yang lama, dapat dipecahkan atau dipenuhi. Apabila tidak ada penemuan baru,
maka sejak dulu hidup manusia statis,tidak ada kemajuan. Manusia hanya akan
bergantung kepada keadaan lingkungan alam, tidak berbeda dengan hewan. Akan
tetapi, dengan ditemukannya berbagai cara, proses, alat dan produk baru, maka
manusia mmampu mengendalikan alam sekitar demi kemudahan hidupnya. Oleh karena
itu, penemuan dan invensi dapat mendorong terjadinya perubahan sosial.
Dasar budaya merupakan
akumulasi pengetahuan dan teknik yang dapat digunakan oleh seorang inventor
(penemu). Seiring denga pertumbuhan dasar budaya, semakin banyak invensi dan
penemuan yang tercipta. Tanpa adanya dasar budaya yang memberikan sejumlah
invensi dan penemuan terdahulu yang memadai, suatu invensi baru tidak mungkin
lahir dengan sempurna. Misalnya, ditemukannya magnet listrik, pipa hampa udara,
transistor dan microchip, merupakan dasar budaya bagi bermacam-macam invensi
baru, antara lain radion, televise, tape recorder, computer dan lain-ain.
Karena dasar budaya merupakan modal bagi terciptanya invensi, maka dasar budaya
menjadi salah satu faktor perubahan sosial budaya.
Berbagai penemuan baru
merupakan sumbangan langsung individu-individu yang kreatif. Perubahan
masyarakat tidak akan terjadi apabila tidak ada individu-individu yang memulai.
Perubahan sosial selalu berawal dari seorang penggerak, sedangkan orang lain
hanya mendukung. Oleh karena itu, kedudukan individu sebagai penggerak
perubahan memang sangat penting. Orang yang menjadi pionir pembaharuan pada
umumnya bersifat kritis dan tajam pikirannya. Orang seperti ini memiliki visi
atau pandangan yang jauh ke depan dan mampu mengemukakan dan memperjuangkan
pandangannya. Dengan begitu, dia akan mampu memengaruhi orang lain untuk
bersama-sama dengannya melakukan perubahan.
Penemuan dan penciptaan
selalu menjadi sumber perkembangan kebudayaan. Apabila tidak ada proses
penciptaan hal-hal baru, maka kebudayaan akan hilang. Dari proses penemuan dan
penciptaan hal-hal baru itu, maka terjadi perkembangan nilai-nilai sosial yang
baru pula. Setiap generasi baru akan selalu mengkaji dan memperbaharui berbagai
unsure kebudayaan yang diwariskan kepadanya.
c. Konflik dalam
masyarakat
Suatu masyarakat tidak
pernah terlepas dari konflik. Berdasarkan konspe dilektika sosial dari Hegl,
Karl marx menjelaskan proses perubahan sosial sebagai akibat adanya konflik
antarkelas sosial. Perbedaan pandangan, aliran politik, kesenjangan ekonomi,
perbedaan kepentingan, hingga perbedaan kebudayaan dapat menjadi sebab
timbulnya konflik di masyarakat. Setiap konflik yang pecah akan menyebabkan
perubahan-perubahan tertentu dalam tatanan masyarakat.
Konflik dapat terjadi
sebagai akibat adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berkembangnya
llmu pengetahuan dan teknologi berakbat ada kelas sosial yang menguasai sarana
produksi yang diciptakan sebagai akibat perkembangan teknologi. Kelas sosial
inilah yang berkuasa dan cenderung memanfaatkan (mengeksploitasi) kelas sosial
lain untuk memperoleh keuntungan ekonomi. Kelas sosial pemilik sarana produksi
itu sangat berkepentingan terhadap terciptanya status quo, yaitu kondisi
masyarakat serba mapan dan tidak berubah. Sebab, perubahan berarti ancaman
terhadap posisi mereka sebagai kelas yang berkuasa dan menentukan. Di sisi
lain, kelas sosial yang dieksploitasi (kaum buruh) berjuang agar tekanan yang
mereka derita segera berakhir. Berakhirnya penindasan itu hanya mungkin terjadi
apabila ada perubahan sosial atau sebuah revolusi sosial.
d. Pendidikan
Pendidikan merupakan
modal utama untuk mengubah masyarakat menjadi lebih baik. Dengan pendidikan,
generasi muda dibekali kemampuan berpikir lebih maju dan kreatif, memiliki
keterampilan untuk dapat mengembangkan berbagai cara berbuat, dan ditanamkan
nilai dan sikap yang mengarah kepada kemajuan. Melalui pendidikan, berbagai
kemajuan yang telah dikembangkan dalam masyarakat dapat diberikan kepada banyak
orang. Untuk itu, diperlukan sikap
mental yang terbuka terhadap pengetahuan baru.
Sikap tertutup dan
enggan untuk menerima perkembangan baru sangat menghambat proses perubahan
sosial kea rah yang lebih baik. Suatu masyrakat yang telah terbiasa dengan
sikap seperti itu tentu tidak akan mudah begitu saja mengubah sikapnya.
Perubahan merupakan suatu proses transformasi budaya yang panjang, terencana,
dan meliputi semua unsure kebudayaan. Terutama unsure-unsur yang mendasar
seperti nilai-nilai sosial, gaya hidup, sistem politik, dan mentalitas
masyarakat. Itu semua dapat dimulai lewat proses pendidikan.
e. Lingkungan FIsik
Perubahan lingkungan
fisik dapat terjadi secara alami maupun akibat kelalaian manusia. Keduanya
mendorong terjadinya perubahan sosial. Misalnya, apabila kawasan hutan lambat
laut berubah menjadi padang pasir (desertifikasi), maka hal itu akan
mengakibatkan perubahan iklim, erosi tanah, dan perubahan danau menjadi
rawa-rawa. Perubahan fisik pada linkungan alam seperti itu menuntut penyesuaian
cara hidup masyarakat yang tinggal di lingkungan tersebut
f. Perubahan
Perubahan penduduk
terjadi akibat kelahiran, kematian, dan migrasi. Ketiga hal itu mengakibatkan
jumlah dan komposisi penduduk berubah. Perubahan penduduk merupakan perubahan
sosial. Di samping itu, perubahan penduduk juga mendorong terjadinya perubahan
sosial berikutnya. Misalnya, suatu daerah yang semula berpenduduk jarang
kemudian menjadi padat sehingga terjadilah perubahan dalam hal keramahan,
terbentuknya kelompok-kelompok sosial baru, dan semakin rumitnya struktur
kelembagaan. Kepadatan penduduk di kota juga menimbulkan akibat lain, misalnya
tinggnya kriminalitas, kurangnya fasilitas air bersih dan srana rekreasi.
Persaingan hidup yang ketat di kota juga menyebabkan nilai-nilai sosial
mengalami pergeseran.
Di sisi lain, desa-desa
yang mengalami kekurangan penduduk akibat urbanisasi juga menghadapi perubahan
sosial yang tidak selalu menguntungkan. Apabila jumlah penduduk yang bermigrasi
ke kota tidak terlalu banyak, mungkin desa tersebut tidak menghadapi persoalan
tenaga kerja. Sebaliknya, apabila hampir semua tenaga produktif pindah ke kota,
dapat dipastikan lahan-lahan pertanian di desa terbengkalai. Perubahan seperti
ini tidak akan membuat desa semakin maju, justru semakin tertinggal karena
potensinya tidak termanfaatkan.
g. Struktur sosial yang
terbuka
Masyarakat berstruktur
ketat yang membatasi peran, tugas, hak-hak istimewa serta kewajiban anggotanya,
hanya mempunyai kemungkinan kecil untuk berubah, sedangkan masyarakat
berstruktur longgar, dengan peran, batas otoritas, hak-hak istimewa dan
kewajiban anggotanya tergantung kepada kreatifitas individu, lebih mudah
berubah. Hal seperti ini, sebenarnya telah anda pelajari ketika membahas
struktur sosial di kelas X1.
Kelonggaran atau
keterbukaan struktur masyarakat dapat dilihat dari mudah dan tidaknya seseorang
mengubah status sosialnya. Seseorang berhak memperoleh kedudukan lebih tinggi
dengan syarat dia mampu dan memiliki kualifikasi untuk mencapai hal itu. Orang
miskin tidak selamanya harus miskin, dia boleh saja menjadi kaya apabila mau
berusaha dan bekerja keras. Istilah kemiskinan structural, pernah mencuat di
Indonesia sebagai bentuk kritik terhadap pemerintah yang kaya dan orang miskin
tetap saja miskin. Kebijakan seperti itu menutup kemungkinan terjadinya
mobilitas sosial vertikal.
h. Faktor sikap dan
nilai-nilai
Sikap dan Nilai-nilai
memengaruhi kadar dan arah perubahan. Sikap menghargai karya seseorang, dan
nilai sosial yang didasari etos kerja tinggi sangat mendukung kemajuan
masyarakat. Masyarakat Indonesia dikenal kurang menghargai karya orang lain,
terbukti dengan meluasnya pembajakan hasil karya orang lain baik dalam bentuk
kaset, VCD, buku, hingga program computer.
Di samping hal di atas,
mentalitas (cara berpikir dan berprilaku) fatalistic juga menghambat kemajuan.
Masyarakat yang fatalistic lebih suka duduk berpangku tangan dan menyerahkan
nasib kepada takdir . Mereka tidak suka bekerja keras, enggan mencoba hal-hal
baru, dan takut menghadapi risiko. Oleh karena itu mentalitas seperti itu
sebaiknya ditinggalkan dan diganti dengan yang lebih mendukung perubahan
sosial.
Masyarakat yang
menjunjung nilai keagungan masa lampau, memuja nenek moyang, terlalu mematuhi
orang yang lebih tua, dan terikat oleh tradisi dan upacara keagamaan, akan
berubah secara lambat dan kalaupun berubah juga karena terpaksa. Di dalam
masyrakat, selalu terdapat orang konservatif yang sulit menerima perubahan dan
orang-orang liberal yang selalu menginginkan perubahan. Orang liberal terdiri
atas mereka yang berpendidikan, sedangkan mereka yang konservatif pada umumnya
tidak berpendidikan.
i. Kebutuhan yang
dianggap perlu
Kebutuhan bersifat
subjektif, sehingga yang menentukan apakah sesuatu hal itu dibutuhkan oleh
seseorang atau masyarakat bergantung kepada anggapan orang atau masyarakat
tersebut. Misal penemuan ban angin yang telah dipatenkan oleh Thomson pada
tahun 1845 tidak langsung menjadi kebutuhan manusia. Baru setelah adanya
penemuan sepeda yang memerlukannya pada tahun 1888, ban angin menjadi
kebutuhan. Apabila kebutuhan itu telah dianggap perlu, maka akan diterima dalam
masyarakat. Dengan penerimaan unsure baru kebudayaannya adalah suatu kesatuan,
maka perubahan pada slah satu aspek kebudayaan akan menuntut penyesuaian pada
aspek lainnya. Dengan demikian, perubahan akan selalu terjadi, karena setiap
perubahan kondisi akan merangsang terjadinya perubahan baru.
Di samping kesembilan
faktor tersebut di atas, Perubahan sosial juga disebabkan oleh beberapa faktor
lain, antara lain
a. Sikap toleransi
terhadap perbuatan yang menyimpang
Sepintas lalu,
perbuatan menyimpang memang berkonotasi buruk. Akan tetapi, penyimpangan yang
bersifat eksperimental dan kreatif dalm upaya mencari cara-cara baru yang lebih
bak, dapat mendorong perubahan.
b. Heterogenitas warga
masyarakat
Perbedaan sebaigan
orang yang hidup di dalam masyarakat, dapat menjadi sumber inspirasi bag
sebagian yang lain, sehingga akan muncul sesuatu yang baru.
c. Ketidak puasan
masyarakat terhadap aspek kehidupan
Setiap ketidakpuasan
akan mendorong terjadinya aksi yang mengarah kepada perubahan sosial. Apabila
sebagian besar anggota masyarakat merasa tidak puas terhadap kondisi kehidupan
mereka, maka sebuah revolusi sosial dapat saja terjadi.
d. Kelompok usia yang
mendominasi
Kelompok orang muda,
pada umumnya mudah menyerap sesuatu yang baru, sedangkan orangtua cenderung
kolot karena nilai-nilai budaya yang mendarahdaging dalam dirinya. Dalam
keadaan demikian, pengaruh budaya asing tidak mudah diterima oleh golongan
orang tua. Orang-orang muda belum memiliki pegangan nilai-nilai sosial yang
kuat karena mereka sedang dalam proses mencaari identitas kepribadian. Proses
sosialisasi nilai-nilai kebudayaan sendiri belum intensif, sehingga pada saat
datang pengaruh unsure dari luar yang dianggap lebih menarik akan dengan mudah
diserap. Oleh karena itu, suatu masyarakat yang didominasi orang muda akan
cenderung lebih cepat berubah daripada masyarakat yang didominasi orang-orang
tua.
2. Faktor penghambat
perubahan
Faktor-faktor penghambat
perubahan itu antara lain keterisolasian masyarakat, ketertinggalan dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi, sikap mengagungkan tradisi, ketakutan kepada
perubahan, prasangka buruk terhadap pengaruh luar, dan nilai-nilai sosial.
a. Keterisolasian Masyarakat
Pada saat ini, hampir
tidak ada masyarakat yang benar-benar terisolasi. Namun, dalam ukuran tertentu
suatu masyarakat dapat dianggap terisolasi. Keterisolasian dapat disebabkanoleh
letaknya yang terpencil, sulitnya hubungan transportai menuju daerah itu,
karena daerah itu belum tersentuh bangunan. Keterisolasian dalam aspek
komunikasi dapat disebabkan oleh belum terjangkaunya siaran radio atau
televise, apalagi media cetak. Beberapa masyarakat Indonesia masih ada yang
mengalami keterisolasian seperti itu, terutama di daerah Indonesia bagian
timur. Beberapa daerah di bagian barat juga demikian. Kadang-kadang mereka
sengaja menutup diri dari pergaulan dengan masyarakat luar dengan alasan
menjaga tradisi.
Sebuah desa kecil yang
terpencil jauh di atas gunung atau di tengah hutan akan mengalami kelambanan
perubahan. Penduduk sulit bepergian, karena sulitnya jalan yang harus ditempuh.
Belum adanya kendaraan transportasi membuat orang luar tidak tertarik untuk
datang. Tidak adanya media massa, membuat perubahan seolah tidak terjadi di
desa itu. Oleh karena keadaan terisolasi selalu menjadi penghambat perubahana,
maka pemerintah sering menjadikan program pembangunan infrastruktur yang berupa
jalan penghubung antardaerah, pelabuhan, jembatan dan sarana telekomunikasi.
Apabila semua sarana tersebut telah tersedia, maka kontak dengan masyarakat
luar diharapkan merangsang potensi sosial ekonomi daerah itu. Sering pula
pemerintah merangsang penanaman modal di daerah terisolir dengan tujuan untuk
menarik kamu pendatang, selain untuk menumbuhkan kegiatan ekonomi setempat.
b. Ketertinggalan dalam
ilmu pengetahuan dan teknologi
Faktor kedua ini,
berhubungan dengan kondisi terisolasi dan kesadaran dalam pendidikan yang masih
rendah. Orang-orang yang berpendidikan pada mulanya lebih terbuka dalam
menerima perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Semakin banyak warga
masyarakat yang berpendidikan, maka semakin maju pula masyarakat tersebut. Cara
berpikir kreatif memungkinkan mereka menemukan cara-cara baru, sehingga tidak
sekedar mewarisi tradisi dari nenek moyang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang telah dicapai masyarakat pun akan mudah diserap. Semakin tinggi
tingkat kemajuan ilmu pengetahuan yang dikuasai, maka semakin pesat pula
perubahan yang terjadi.
c. Sikap mengagungkan
tradisi
Di antara warga
masyarakat selalu ada orang atau kelompok orang yang mengagung-agungkan tradisi
yang mereka warisi dari nenek moyang. Segala sesuatu yang dipandang tidak
sesuai dengan nilai-nilai tradisi akan mereka tolak. Padahal, banyak sekali
hal-hal baru yang kelihatannya bertentangan dengan tradisi kita sendiri
sebenarnya membawa potensi kemajuan, misalnya pengambilan keputusan dengan
voting (pemungutan suara). Pada awalnya,
voting pernah ditabukan dalam demokrasi di Indonesia. Alasannya, kita memiliki
tradisi yang lebih baik dan lebih cocok, yaitu musyawarah untuk
mufakat.Sekarang, mekanisme itu telah diterima namun masih banyak lagi tradisi
yang menghalangi perubahan tersebut. Khususnya warga masyarakat yang kurang berpendidikan
serta memegang teguh tradisi.
d. Ketakutan pada
perubahan
Orang-orang yang
merasakan hidup nyaman pada umumnya memiliki memiliki ketakutan tersembunyi
terhadap ide-ide perubahan. Ketika reformasi mulai bergulir di Indonesia,
banyak orang yang hidupnya mapan berusaha melawan gelombang reformasi itu,
Orang-orang seperti itu, menganggap perubahan sebagai ancaman terhadap
kemapanan hidupnya. Bagi mereka perubahan memiliki kemungkinan buru, yaitu
hilangnya kenyamanan hidup yang selama ini telah dinikmatinya. Kekhawatiran
seperti itu dapat dialami perseorangan maupun kelompok.
e. Prasangka buruk
terhadap pengaruh luar
Prasangka buruk tidak
pernah dapat dilepaskan dalam pergaulan antar masyarakat. Bangsa barat yang
pada umumnya nonomuslim memiliki prasangka buruk terhadap orang arab yang pada
umumnya muslim. Ketika masih ada Uni Soviet sebgai pusat ideology komunis di
dunia, terjadi pula prasangka buruk dengan dunia barat yang kapitalis. Kendala
ini lebih bersifat ideologis. Di Indonesia sendiri prasangka buruk
antarkelompok sosial (Suku, etnis, agama) masih sering teradi. Apalagi hubungan
di antara kedua kelompok masyarakat pernah diwarnai hal-hal mengecewakan.
Akibatnya, setiap pengaruh dari masyarakat yang pernah merugikannya selalu
dicurigai. Sikap seperti ini tidak menguntungkan bagi perubahan sosial, namun
sulit dihindari.
f. Nilai-nilai sosial
Di dalam masyarakat
selalu terdapat nilai-nilai sosial yang menjadi dasar hubungan sosial warganya.
Ada masyarakat yang memiliki nilai sosial mendukung perubahan, namun ada pula yang justru
menghambat. Masyarakat yang memandang kehidupan sebagai Sesuatu yang tidak
berharga,pada mulanya tidak berusaha mengisi hidupnya dengan berbagai karya.
Mereka tidak memiliki hasrat untuk
memperoleh sesuatu yang lebih dalam hidupnya. Orang yang dianggap baik menurut
nilai sosial adalah mereka yang tidak terlalu mengejar keberhasilan, tidak
berambisi, tetapi merasa cukup dengan apa yang telah diperolehnya. Nilai-nilai
sosial yang melahirkan sikap seperti itu sesungguhnya menghambat perubahan.
3. Penolakan dan
penerimaan perubahan sosial
Masyarakat memang
selalu berubah dari waktu ke waktu, namun perubahan itu ternyata tidak semuanya
berjalan dengan lancar. Banyak faktor penghambat di samping pendorongnya.
Bahkan, perubahan sosial dapat juga ditolak oleh anggota masyarakat. Menurut
Spincer (1952), perubahan sosial ditolak apabila dipaksakan pihak lain, tidak
dipahami, serta dinilai sebagai ancaman terhadap nilai-nilai penduduk.
Di dalam masyarkat,
terdapat sikap senang atau tidak senang terhadap sesuatu. Sikap seperti ini
memengaruhi diterima atau ditolaknya suatu perubahan. Misalnya, sebuah desa
yang diberi penyuluhan mengenai keuntungan menanm jagung hibrida, mungkin
setelah mencobanya akan menolak untuk menanam lagi, karena tepung yang
diahasilkan kurang enak. Pada keadaan seperti itu, maka penerimaan tidak
mungkin dipaksakan. Suatu invensi dapat diterima masyarakat apabila terbukti
kegunaanya. Contoh, masyarakat kita pada waktu pertama kali diberik saran untuk
menggunakan pupuk kimia. Pada awalnya, mereka menolak karena menganggap sebagai
pemborosan uang. Akan tetapi, setelah terbukti bahwa penggunaan pupuk kimia
dapat meningkatkan hasil pertanian, mereka baru mau menggunakannya dan bahkan
menjadikannya suatu kebutuhan pertanian.
Suatu perubahan dapat
ditolak karena tidak sesuai dengan budaya yang berlaku. Ketidaksesuaian itu
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu
a. perubahan itu
bertentangan dengan pola-pola yang berlaku di masyarakat
b. Perubahan itu
memerlukan pola baru yang belum ada dalam masyarakat serta
c. Beberapa inovasi
baru merupakan unsure pengganti, bukan unsure tambahan sehingga kurang siap
untuk diterima.
Alasan lain mengapa
perubahan mengalami penolakan adalah adanya risiko pada perubahan itu. Risiko
itu dapat berupa kesulitan teknis pelaksanaanya adanya kepentingan pribadi yang
dirugikan apabila terjadi perubahan. Agen perubahan sosial juga berperan
terhadap berhasil tidaknya suatu perubahan. Misalnya, orang yang berpengaruh
dan bercitra positif biasanya sukses dalam menyarankan perubahan. Namun,
kebanyakan agen perubahan menemukan banyak tantangan pribadi, mulai dari
sekedar celaan sampai ancaman yang membahayakan. Hal ini karena, mereka
dianggap sebagai orang aneh dan menyimpang dari tatanan yang mapan.
Penelusuran yang terkait dengan perubahan sosial
contoh perubahan sosial
makalah perubahan sosial
faktor perubahan sosial
dampak perubahan sosial
perubahan sosial dalam masyarakat
teori perubahan sosial
bentuk perubahan sosial
perubahan sosial menurut para ahli
Tag : PENJELASAN SECARA LENGKAP TENTANG PERUBAHAN SOSIAL,PENJELASAN SECARA LENGKAP TENTANG PERUBAHAN SOSIAL, PENJELASAN SECARA LENGKAP TENTANG PERUBAHAN SOSIAL, PENJELASAN SECARA LENGKAP TENTANG PERUBAHAN SOSIAL, PENJELASAN SECARA LENGKAP TENTANG PERUBAHAN SOSIAL, PENJELASAN SECARA LENGKAP TENTANG PERUBAHAN SOSIAL, PENJELASAN SECARA LENGKAP TENTANG PERUBAHAN SOSIAL,PENJELASAN SECARA LENGKAP TENTANG PERUBAHAN SOSIAL,PENJELASAN SECARA LENGKAP TENTANG PERUBAHAN SOSIAL, PENJELASAN SECARA LENGKAP TENTANG PERUBAHAN SOSIAL, PENJELASAN SECARA LENGKAP TENTANG PERUBAHAN SOSIAL, PENJELASAN SECARA LENGKAP TENTANG PERUBAHAN SOSIAL, PENJELASAN SECARA LENGKAP TENTANG PERUBAHAN SOSIAL, PENJELASAN SECARA LENGKAP TENTANG PERUBAHAN SOSIAL, PENJELASAN SECARA LENGKAP TENTANG PERUBAHAN SOSIAL, PENJELASAN SECARA LENGKAP TENTANG PERUBAHAN SOSIAL, PENJELASAN SECARA LENGKAP TENTANG PERUBAHAN SOSIAL
0 Response to "PENJELASAN SECARA LENGKAP TENTANG PERUBAHAN SOSIAL"
Post a Comment
Tolong Jangan Melakukan SPAM ya.
KOMENTARLAH SESUAI ARTIKEL DI ATAS :)
TERIMA KASIH
ADMIN
INDRA SAPUTRA