INDONESIA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG
INDONESIA
PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG - Adanya rencana jepang
untuk membentuk Negara Asia timur raya menyebabkan jepang terlibat dalam perang
Pasifik. Dalam waktu yang relative singkat, jepang telah berhasil menguasai
kawasan Asia tenggara termasuk Indonesia. Adanya masa pendudkan jepang di
Indonesia mengakibatkan kesengsaraan rakyat, baik secara lahir maupun batin.
Hal itu disebabkan jepang mengadakan eksploitasi baik di bidang ekonomi maupun
sosial. Di balik segi negative, masa pendudukan jepang juga ada segi
positifnya, yakni adanya penggunaan bahasa Indonesia dan latihan kemiliteran
yang dijalankan.
A. Interaksi Indonesia
Jepang
1. Masuknya Jepang Ke
Indonesia
Meletusnya perang Asia
Pasifik diawali dengan serangan jepang ke Pangkalan Angkatan Laut Amerika
Serikat di Pearl Harbour (Hawai) Pada tanggal 7 Desember 1941. Keesokan harinya,
yakni tanggal 8 Desember 1941, Amerika serikat, inggris dan Belanda mengumumkan
perang ke jepang sehingga berkobarlah perang asia Pasifik.
Jepang yang sebelumnya
telah menyerbu Cina (1937) dan indocina dengan taktik gerak cepat melanjutkan
serangan ke sasaran berikutnya, yaitu muangthai, Burma, Malaya, Filippina dan
Hindia belanda (Indonesia). Untuk
menghadapi agresi da ofensf militer jepang, pihak sekutu membentuk pasukan
gabungan yang dalam komando ABDACOM (American, British, Dutch, and Australia
Command = Gabungan tentara Amerika Serikat, Inggris, Belanda dan Australia) di
bawah pimpinan Letjen H. Ter Poorten yang juga menjabat panglima Tentara Hindia
Belanda (KNIL)
Di Indonesia, Jepang
memperoleh kemajuan yang pesat. Di awali dengan menguasai tarakan selanjutnya
Jepang Menguasai Balikpapan, Pontianak, Banjarmasin, Palembang, Batavia
(Jakarta), Bogor terus ke Subang, dan terakhir Kalijati. Dalam waktu yang
singkat Indonesia telah jatuh ke tangan Jepang. Penyerahan tanpa syarat oleh
Letjen H.Ter Poorten selaku panglima Angkatan Perang Hindia Belanda atas nama
Angkatan Perang Sekutu kepada Angkatan Perang Jepang di bawah pimpinan Letjen
Hitosy Imamura pada tanggal 8 Maret 1942 di Kalijati menandai berakhirnya
kekuasaan pemerintahan Belanda di Indonesia dan digantikan oleh kekuasaan
Kemaharajaan Jepang. Berbeda dengan zaman Belanda yang merupakan pemerintahan
pemerintahan Belanda di Indonesia dan digantikan oleh kekuasaan kemaharajaan
Jepang. Berbeda dengan zaman Belanda yang merupakan pemerintahan sipil maka
zaman jepang merupakan pemerintahan militer. Pemerintahan Militer Jepang di
Indonesia terbagi atas tiga wilayah kekuasaan berikut ini
a. Tentara XVI
(Angkatan Darat) memerintah atas wilayah
Jawa dan Madura yang berpusat di Jakarta
b. Tentara XXV (Angkatan
Darat) memerintah atas wilayah Sumatra yang berpusat di bukittinggi.
c. Armada Selatan
II (Angkatan Laut) memerintah atas
wilayah Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua berpusat di
Makassar.
Pemerintahan pada
wilayah masing-masing tersebut dipimpin oleh kepala staf tentara/armada dengan
gelar gunseikan (kepala pemerintahan militer) dan kantornya disebut
gunseikanbu.
2. Tanggapan Para Tokoh
Nasionalis
Masuknya tentara jepang
ke Indonesia pada awalnya mendapat sambutan baik dari penduduk setempat.
Tokoh-tokoh nasionalis Indonesia, seperti Ir.Soekarno dan Drs.Moh . Hatta
bersedia melakukan kerja sama dengan pihak penduduk jepang. Faktor-faktor yang
menyebabkan adanya kersa sama itu, antara lain sebagai berikut
a. Kebangkitan
bangsa-bangsa timur, orang timur memandang kemenangan jepang sebagai suatu
kemenangan Asia atas Eropa. Hal ini terpengaruh propaganda jepang, yakni
pembebasan bangsa-bangsa Asia dari penjajahan bangsa-bangsa barat.
b. Adanya ramalan
Jayabaya yang hidup di kalangan rakyat bahwa akan datang orang-orang kate (jepang) yang akan menguasai Indonesia selama
“seumur jagung” dan sesudahnya kemerdekaan akan dicapai.
c. Sikap keras
pemerintah Hindia Belanda menjelang akhir kekuasaanya. Pemerintah Belanda
menolak Petisi Sutardjo (1936), dan juga menolak uluran tangan GAPI dengan
slogan “Indonesia Berparlemen” (1939). Itu semua meyakinkan tokoh-tokoh
pergerakan nasional bahwa dari pihak kolonial Belanda tidak dapat diharapkan
apa-apa yang menyangkut kemerdekaan. Sebaliknya dari pihak jepang sejak semula
telah bicara mengenai kemerdekaan bangsa-bangsa asia.
d. Pada zaman
pemerintahan Hindia Belanda kaum nasionalis selalu ditekan, sebaliknya pada
zaman pendudukan jepang nasionalis diajak bekerja sama. Itulah sebabnya jika
zaman Hindia Belanda sebagai besar tokoh nasioalis mengambil sikap
nonkooperatif maka pada zaman pendudukan jepang sebagian besar mengambil sikap
kooperatif.
Dengan demikian,
tokoh-tokoh pergerakan nasional dalam perjuangannya menyesuaikan diri dengan
memasuki dan bekerja sama dengan pemerintah jepang. Di samping itu, juga ada
yang menempuh bergerak di bawah tanah, baik dengan atau tanpa menggunakan
alat-alat pemerintah jepang.
B. Pergerakan Nasional
pada Masa pendudukan Jepang
Pergerakan Nasional
pada masa pendudukan Jepang menempuh cara-cara sebagai berikut
1. Perjuangan terbuka
Melalui Organisasi Bentukan Jepang
a. Gerakan 3 A
Usaha pertama kali yang
dilakukan jepang untuk memikat dan mencari dukungan membangu kemenangannya
dalam rangka pembentukan Negara Asia Timur Raya adalah gerakan 3 A yang
mempunyai semboyan Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, dan Nippon
Pemimpin Asia. Organisasi tersebut dicanangkan pada bulan April 1942. Gerakan 3
A ini dipimpin oleh Hihosy Syimizu (Propagandis Jepang) dan Mr. Samsuin
(Indonesia). Untuk mendukung gerakan tersebut dibentuklah barisan pemuda dengan
nama Pemuda Asia Raya di bawah pimpinan sukarjo Wiryopranoto dengan menerbitkan
surat kabar Asia Raya.
b. Pusat Tenaga Rakyat
(putera)
Gerakan 3 A dianggap
tidak efektif sehingga dibubarkan. Pada bulan Maret 1943 pemerintah jepang
membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) yang dipimpin oleh Empat serangkai,
yaitu ir.Soekarno, Drs. Moh.Hatta, ki Hajar Dewantara, dan K.H Mas Mansur.
Tujuannya memusatkan segala potensi masyarakat Indonesia untuk membantu Jepang
dalam Perang Asia Pasifik. Bagi Indonesia untuk membangun dan menghidupkan
kembali aspirasi bangsa yang tenggelam akibat imperialisme Belanda.
Untuk mencapai tujuan
tersebut maka kegiatan yang harus dilakukan meliputi menimbulkan dan memperkuat
kewajiban dan rasa tanggung jawab rakyat dalam menghapus pengaruh Belanda,
Inggris dan Amerika Serikat; mengambil bagian dalam usaha mempertahankan Asia
Raya; memperkuat rasa persaudaraan Indonesia-Jepang; Mengintensifkan pelajaran
bahasa jepang; memperhatikan tugas dalam bidang sosial ekonomi.
c. Badan pertimbangan
pusat (cuo sangi ini)
Cuo Sangi In adalah
suatu badan yang bertugas mengajukan usul kepada pemerintah serta menjawab
pertanyaan mengenai soal-soal politik, dan menyarakankan tindakan yang perlu
dilakukan oleh pemerintah militer jepang. Badan ini dibentuk tanggal 1 Agustus
1943 yang beranggotakan 43 orang (Semuanya orang Indonesia) dengan Ir. Soekarno
sebagai ketuanya.
d. Himpunan Kebaktian
Jawa (Jawa Hokokai)
Putera oleh pihak
jepang dianggap lebih bermanfaat bagi Indonesia daripada untuk jepang.
Akibatnya, Pada tanggal 1 Januari 1944 putera diganti dengan Organisasi Jawa
Hokokai. Tujuannya adalah untuk menghimpun rakyat dan digalang kebaktiannya. Di
dalam tradisi jepang, kebaktian ini memiliki tiga dasar, yakni pengorbanan
diri, mempertbal persaudaraan, dan melaksanakan sesuatu dengan bakti. Tiga hal
inilah yang dituntut dari rakyat Indonesia oleh Pemerintah Jepang. Dalam
kegiatannya, jawa Hokokai menjadi pelaksana distribusi barang yang dipergunakan
untuk perang, seperti emas, permata, besi dan alumunium dan lain-lain yang
dianggap penting untuk perang.
e. Majelis Islam A’la
Indonesia (MIAI)
Satu-satunya organisasi
pergerakan nasional yang masih diperkenankan berdiri pada masa pendudukan
jepang ialah MIAI. Golongan ini memperoleh kelonggaran karena dinilai paling
anti-Barat sehingga akan mudah dirangkul. MIA diakui sebagi organisasi resmi
umat islam dengan syarat harus mengubah asas dan tujuannya. Kegiatannya
terbatas pada pembentukan baitul Mal (badan mal) dan menyelenggarakan
peringatan hari-hari besar keagamaan.
Dalam asas dan tujuan
MIAI yang baru ditambakan kalimat “turut bekerja dengan sekuat tenaga dalam
pekerjaan membangunn masyarakat baru, untuk mencapai kemakmuran bersama di
lingkungan Asia Raya di bawah pimpinan Dai Nippori”. MIAI sebagai organisasi
tunggal islam golongan islam, mendapat simpati yang luar biasa dari kalangan
umat islam.
Kegiatan MIAI dirasa
sangat membahayakan bagi jepang sehingga dibubarkan dan digantikan dengan nama
Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) yang disahkan oleh gunseikan pada
tanggal 22 Nopember 1943 dengan K.H Hasyim Asy’ari sebagai ketuanya.
2. Perjuangan bawah
tanah
Perjuangan bawah tanah
pada umumnya dilakukan oleh para pemimpin bangsa kita yang bekerja di
instansi-instansi pemerintah jepang. Jadi, mereka kelihatannya sebagai pegawai,
namun dibalik itu mereka melakukan kegiatan yang bertujuan menghimpun dan
mempersatukan rakyat meneruskan perjuangan untuk mecapai kemerdekaan.
Perjuangan bawah tanah
terdapat di berbagai daerah, seperti Jakarta, Semarang, Bandung, Surabaya dan
Medan. Di Jakarta ada kelompok yang melakukan perjuangan bawah tanah.
Kelompok-kelompok tersebut, antara lain sebagai berikut
a. Kelompok Sukarni
Pada masa pendudukan
jepang, Sukarni bekerja di Sendenbu atau Barisan Propaganda Jepang Bersama Moh.
Yamin. Gerakan ini dilakukan dengan menghimpun orang-orang yang berjiwa
Revolusioner, menyebarkan cita-cita kemerdekaan, dan membungkam
kebohongan-kebohongan yang dilakukan oleh jepang. Untuk menutupi gerakannya,
kelompok Sukami mendirikan asrama politik dengan nama Angkatan Baru Indonesia.
Di dalam asrama inilah para tokoh pergerakan nasional yang lain, seperti
Ir.Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. Ahmad Subarjo, dan Mr. Sunaryo mendidik para
pemuda yang berkaitan dengan pengetahuan umum dan masalah politik.
b. Kelompok Ahmad
Subarjo
Ahmad Subarjo ada masa
pendudukan jepang menjabat sebagai Kepala Biro Riset Kaigun Bukanfu (Kantor
Perhubungan Angkatan Laut) di Jakarta. Ahmad Subarjo berusaha menghimpun
tokoh-tokoh bangsa Indonesia yang bekerja dalam Angkatan Laut Jepang. Atas
dorongan dari kelompok Ahmad Subarjo inilah maka Angkatan Lau berhasil
mendirikan asrama pemuda dengan nama Asrama Indonesia Merdeka. Di asrama
Merdeka inilah para pemimpin bangsa Indonesia memberikan pelajaran-pelajaran
yang secara tidak langsung menanamkan semangat nasionalisme kepada para pemuda
Indonesia.
c. Kelompok Sutan
Syahrir
Kelompok Sutan Syahrir
berjuang secara diam-diam dengan menghimpun mantan teman-teman sekolahnya dan
rekan seorganisasi pada zaman hindia Belanda. Dalam perjuangannya, Syahrir
menjalin hubungan dengan pemimpin-pemimpin bangsa yang terpakasa bekerja sama
dengan Jepang. Syahrir memberi pelajaran di Asrama Indonesia Merdeka milik
Angkatan Laut Jepang (Kaigun) bersama dengan ir. Soekarno, Drs. Moh Hatta,
Ahmad Subarjo, dan Iwa Kusuma Sumantri.
d. Kelompok Pemuda
Kelompok pemuda ini
pada masa pendudukan Jepang mendapat perhatian khusus sebab akan digunakan
untuk menjalankan kepentingan Jepang. Pemerintahan Militer jepang menanamkan
Pengaruhnya melalui kursus-kursus dan lembaga-lenbaga pendidikan, seperti
kursus di Asrama Angkata Baru Indonesia yang didirikan oleh Angkatan Laut
Jepang. Akan tetapi, para pemuda Indonesia tidak muda termakan oleh propaganda
Jepang.
Pada masa pendudukan
Jepang, di Jakarta ada dua kelompok pemuda yang aktif berjuang yang terhimpun
dalam Ika Gaigakhu (Sekolah tinggi kedokteran) dan badan
Permusyawaratan/Perwakilan pelajar Indonesia (BAPEPPI). Organisasi inilah yang
aktif berjuang bersama kelompok yang lain. Tokoh-tokohnya , antara lain Johan
Nur, Eri Sadewa, E.A. Ratulangi, dan Syarif Thayeb.
3. Perjuangan
Bersenjata
Para pemimpin
pergerakan nasional semakin tidak tahan menyaksikan penderitaan dan
kesengsaraan rakyat yang memilukan. Oleh Karena itu, sebagian dari mereka mulai
bangkit menentang Jepang dengan cara perlawanan senjata. Perlawanan bersenjata
terhata Jepang terjadi diberbagai daerah, Antara lain sebagai berikut:
a. Di Aceh, perlawanan
meletus di daerah Cot Plieng pada bulan November 1942 di bawah pimpinan Tengku
Abdul Jalil. Perlawanan ini akhirnya dapat ditumpas oleh tentara Jepang dan
Abdul Jalil mati ditembak.
b. Di Jawa Barat,
perlawanan meletus pada bulan Februari 1944 yakni di daerah Sukamanah di bawah
pimpinan K.H Zainal Mustafa. Ia tidak tahan lagi melihat kehidupan rakyat yang
sudah semakin melarat dan menderita akibat bebab bermacam-macam setoran dan
kerja paksa. Di samping itu, K.H Zainal Mustafa juga menolak melakukan
seikeirei, hal ini dinilai bertentangan dengan ajaran islam sehingga ia
menghimpun rakyat untuk melawan Jepang.
c. Di Aceh, perlawanan
muncul lagi pada bulan November 1944 yang dilakukan oleh Prajurit-prajutir
Giyugun di bawah pimpinan Teuku Hamid. Ia bersama satu peleton anak buahnya
melarikan diri ke hutan kemudian melakukan perlawanan. Untuk menumpas
pemberontakan ini,Jepang melakukan siasat yang licik, yakni menyandera seluruh
anggota keluarganya. Dengan cara ini akhirnya Teuku Hamid menyerah dan
pasukannya buabar.
Seikeirei, yaitu
penghormatan kepada kaisar jepang yang dianggpa sebagai keturunan Dewa Matahari
dengan cara menghadap ke timur (Tokyo) dan membungkukkan badan dalam-dalam.
d. Di Blitar,
perlawanan meletus pada tanggal 14 Februari 1945 di bawah pimpinan Supriyadi, seorang komandan
Pleton I kompi III dan Batalion II pasukan Peta di Blitar. Perlawanan di Blitar
ini merupakan perlawanan terbesar pada masa pendudukan Jepang.
C. Dampak Pendudukan
JEPANG dalam Berbagai Aspek kehidupan
1. Dampak kedudukan
Jepang dari segi Kehidupan Politik
Sejak Awal
pemerintahannya, Jepang melarang bangsa Indonesia berserikat dan berkumpul.
Oleh karena itu, Jepang membubarkan organisasi-organisasi pergerakan nasional
yang dibentuk pada masa Hindia Belanda, Kecuali MIAI. MIAI kemudian dibubarkan
dan digantikan dengan Masyumi.
Para Tokoh pergerakan
nasional pada masa pendudukan Jepang mengambil sikap Kooperatif. Dengan Sikap
Kooperatif, mereka banyak yang duduk dalam badan-badan yang dibentuk oleh
pemerintah Jepang, Seperti gerakan 3 A, Putera, dan Cuo Sangi Ini. Selain itu,
para tokoh pergerakan nasional juga memanfaatkan kesatuan-kesatuan pertahanan yang
telah dibentuk oleh jepang, seperti Jawa Hokokai, Heiho, Peta, dan sebagainya.
Kebijaksanaan pemerintah Jepang tersebut bertujuan untuk menarik simpati dna
mengerahkan rakyat Indonesia untuk membantu Jepang dalam perang melawan sekutu,
namun kenyataanya dimanfaatkan oleh para tokoh pergerakan nasional sehingga
lebih banyak memberikan keuntungan bagi perjuangan bangsa Indonesia.
Dengan demikian,
pemerintah Jepang berhasil melakukan pengekangan terhadap berbagai kegiatan
pergerakan nasional, namun tidak berhasil mengekang berkembang kesadaran
nasional bagi bangsa Indonesia menuju Indonesia merdeka.
2. Dampak kedudukan
Jepang dari segi Kehidupan Ekonomi
Jepang berusaha untuk
mendapatkan dan menguasai sumber-sumber bahan mentah untuk industry Jepang.
Jepang membagi rencananya dalam dua tahap
a. Tahap Penguasaan,
Yakni menguasai seluruh kekayaan alam termasuk milik pemerintah Hindia Belanda
b. Tahap penyusunan
kembali Struktur ekonomi wilayah dalam rangka memenuhi kebutuhan perang. Sesuai
dengan tahap ini maka pola ekonomi perang direncakan bahwa setiap wilayah harus
melaksanakan utarki.
Memasuki tahun 1944
tuntunan kebutuhan pangan dan perang makin meningkat. Pemerintah Jepang muli
melancarkan kampanya pengerahan barang dan menambah bahan pangan secara
besar-besaran yang dilakukan oleh Jawa Hokokai melalui Nagyo Kumiai (Kooperasi
pertanian), dan instansi pemerintah lainnya. Pengerahan bahan makanan ini
dilakukan dengan cara penyerahan padi atau hasil panen lainnya kepada
pemerintah. Dari jumlah hasil panen, rakyat hanya boleh memiliki 40%, 30%
diserahkan kepada pemerintah, dan 30% lagi diserahkan lumbung untuk persediaan
bibit.
Tindakan pemerintahan
ini menimbulkan kesengsaraan. Penebangan hutan (untuk pertanian) menyebabkan
bahaya banjir, penyerahan hasil panen dan romusa menyebabkan rakyat kekurangan
makan, kurang gizi dan stamina menurun. Akibatnya, bahaya kelaparan melanda di
berbagai daerah dan timbul berbagai penyakit serta angka kematian meningkat
tajam. Bahkan, kekurangan sandang menyebabkan sebagian besar rakyat di
desa-desa telah memakai pakaian dari karung goni atau “bagor”, bahkan ada yang
menggunakan lembaran karet.
3. Mobilitas Sosial
Di samping menguras
sumber daya alam, Jepang juga melakukan eksploitasi tenaga manusia. Hal ini
akan membawa dampak terhadap mobilitas sosial masyarakat Indonesia. Puluhan
hingga ratusan ribu penduduk desa yang kuat dikerahkan untuk romus membanun
sarana dan prasarana perang, seperti jalan raya, jembatan, lapangan udara,
pelabuhan, benteng bawah tanah, dan sebagainya. Mereka dipaksa bekerja keras
(romusa) sepanjang hari tanpa diberi upah, makan pun sangat terbatas.
Akibatnya, banyak yang kelaparan , sakit dan meninggal di tempat kerja.
Untuk mengerahkan
tenaga kerja yang banyak, di tiap-tiap desa dibentuk panitia pengerahan tenaga
yang disebut Rumokyokai. Tugasnya menyiapkan tenaga sesuai dengan jatah yang
ditetapkan. Untuk menghilangkan ketakutan penduduk dan menutupi rahasia itu
maka jepang menyebut para Romusa dengan sebutan Prajurit Ekonomi atau pahlawan
pekerja. Menurut catatan sejarah, jumlah tenaga kerja yang dikirim ke luar
jawa, bahkan ke luar negeri seperti ke Burma, Malaya, Vietnam, dan
Muangthai/Thailand mencapai 300.000 Orang.
Pada bulan Januari
1944, Jepang memperkenalkan sistem tonarigumi (rukun tetangga). Tonarigumi
merupakan kelompok-kelompok yang masing-masing terdiri atas 10-20 rumah tangga.
Maksud diadakannya tonarigumi adalah untuk mengawasi penduduk, mengendalikan
dan memperlancar kewajiban yang dibebankan kepada mereka. Dengan adanya perang
yang makin mendesak maka tugas yang dilakukan Tonarigumi adalah mengadakan
latihan tentang pencegahan bahaya udara, kebakaran, pemberantasa kabar bohong,
dan mata-mata musuh.
4. birokrasi
Pada pertengahan tahun
1943, kedudukan Jepand dalam perang pasifik mulai terdesak, maka Jepang memberi
kesempatan kepada bangsa Indonesia untuk turut mengambil bagian dalam
pemerintahan Negara. Untuk itu pada tanggal 5 September 1943, Jepang membentuk
Badan Pertimbangan Karesidenan (Syu Sangi Kai) dan badan Pertimbangan kOta
Praja Istimewa (Syi Sangi In). Banyak orng Indonesia yang menduduki
jabatan-jabatan tinggi dalam pemerintahan, seperti Prof, Dr. Husein
Jayadiningrat sbagai kepala Departemen Urusan Agama (1 Oktober 1943) dan pada
tanggal 10 November 1943 Sutardjo Kartohadikusumo dan R.M.T.A Surio
masing-masing diangkat menjadi kepala Pemerintahan (syikocan) di Jakarta dan
Banjarnegara. Di Samping itu, ada enam departemen (bu) dengan gelar sanyo,
seperti berikut
a. Ir. Soekarno,
Departemen Urusan Umum (Somubu)
b. Mr. Suwandi dan dr.
Abdul Rasyid, Biro pendidikan dan kebudayaan Departemen Dalam Negeri
(Namubu-Bunkyoku)
c. Dr. Mr. Supomo,
Departemen Kehakiman (Shisobu)
d. Mochtar bin Prabu
Mangkunegoro, Departemen lalu lintas (Kotsubu)
e. Mr. Muh. Yamin,
Depatemen Propaganda (Sendenbu)
f. Prawoto Sumodilogo,
Departemen Ekonomi (sangyobu)
Dengan demikian masa
pendudukan Jepang di Indonesia membawa dampak yang sangat besar dalam birokrasi
Pemerintah.
5. Dampak pendudukan
Jepang dalam segi militer
Situasi perang Asia
Pasifik pada awal tahun1943 mulai berubah. Sikap ofensif Jepang beralih ke
defensive. Jepang menyadari bahwa untuk kepentingan perang perlu dukungan dari
pendudukan masing-masing daerah yang didudukinya. Itulah sebabnya, Jepang mulai
membentuk kesatuan-kesatuan semimiliter dan militer untuk dididik dan dilatih
secara intensif di bidang militer. Di Indonesia ada beberapa kesatuan
pertahanan yang dibentuk oleh pemerintah Jepang, seperti berikut
a. Kesatuan Pertahanan
Semimiliter
1. Seinendan (Barisan
Pemuda)
Seinendan dibentuk pada
tanggal 29 April 1943. Anggotanya terdiri atas para pemuda yang berusia antara
14-22 tahun. Mereka dididik Militer agar dapat menjga dan mempertahankan tanah
airnya dengan kekuatan sendiri. Akan tetapi, tujuan sebenarnya ialah
mempersiapkan pemuda untuk dapat membantu Jepang dalam menghadapi tentara
sekutu dalam Perang Asia Pasifik.
2. Keibodan (Barisan
Pembantu Polisi)
Keibodan dibentuk pada
tanggal 29 April 1943. Anggotanya terdiri atas para pemuda yang berusia 26-35
Tahun dnengan tugas, seperti menjaga lalu lintas, pengamanan desa, dan
lain-lain. Barisan ini di Sumatra disebut bogodan, sedangkan di Kalimantan
dikenal dengan nama Borne Konan Hokokudan
3. Fujinkai (Barisan
Wanita)
Fujinkai dibentuk pada
bulan Agustus 1943. Anggotanya terdiri atas para wanita berusia 15 tahun ke
atas. Mereka juga diberikan latihan-latihan dasar militer dengan tugas untuk
membantu Jepang dalam perang.
4. Jibakutai (Barisan
Berani Mati)
Jibakutai dibentuk pada
tanggal 8 Desember 1944. Barisan ini rupanya mendapatkan inspirasi dari Pilot
Kamikaze yang sanggup mengorbankan nyawanya dengan jalan menabrakkan pesawatnya
kepada kepada kapal perang musuh.
b. Kesatuan pertahanan
militer
1. Heiho (Pembantu
prajurit jepang0
Heiho adalah Prajurit
Indonesia yang langsung ditempatkan di dalam organisasi Militer Jepang, baik
angkatan Darat maupun Angkatan Laut. Mereka yang diterima menjadi anggota
adalah yang memenuhi syarat, antara lain berbadan sehat, berkelakuan baik,
berpendidikan terendah SD, dan berumur 18-25 tahun. Mereka dilatih kemiliteran
secara lengkap dan setelah lulus dimasukkan ked lam kesatuan militer Jepang dan
dikirim ke Medan Pertempuran, seperti ke kepulauan Salomon, Burma dan Malaya.
2. Peta (Pembela tanah
air)
Peta dibentuk pada
tanggal 3 Oktober 1943, dengan tugas mempertahankan tanah air. Pembentukan PETA
ini atas permohona gatot Mangkuprojo
kepada panglima tertinggi jepang letjen Kumakichi Harada tanggal 7 September
1943. Untuk menjadi anggota PETA para pemuda didik di bidang militer secara
khusus di Tanggerang, di bawah pimpinan Letnan Yamagawa. Untuk menjadi komandan
PETA, mereka dididik secara khsusus lewat pendidikan Calon Perwira di Bogor.
Dari pasukan PETA ini muncul tokoh-tokoh nasional yang militant, seperti
Jenderal Soedirman, jenderal Gatot Subroto, Jenderal Ahmad Yani, Supriyadi dan
sebagainya.
Dengan demikian,
pendudukan Jepang di Indonesia membawa dampak yang sangat besar dalam bidang
kemiliteran. Pemuda-pemuda yang tegabung dalam organisasi, baik semimiliter
maupun militer menjadi pemuda-pemuda yang terdidik dan terlatih dalam
kemiliteran. Hal ini sangat penting artinya dalam perjuangan, baik untuk
merebut kemerdekaan, maupun untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
6. Pendidikn,
penggunaaan Bahasa Indonesia dan kebudayaan
a. Pendidikan
Zaman pendudukan
Jepang, pendidikan di Indonesia mengalami kemerosotan drastis, jika
dibandingkan zaman Hindia Belanda. Jumlah sekolah dasar (SD) Menurun 21.500
menjadi 13.500 dan sekolah menengah dari 850 menjadi 20. Oleh Jepang
sekolah-sekolah dan perguruan-perguruan dijadikan tempat indoktrinasi. Melalui
pendidikan dibentuk Kader-kader untuk memelopori dan melaksanakan konsepsi
kemakmuran bersama Aisa Timur Raya. Sistem pengajaran dan struktur kurikulum
ditujukan untuk keperluan Perang Asia Pasifik.
b.Penggunaan Bahasa
Indonesia
Bahasa Indonesia
sebagai bahasa pengantar digunakan di semua sekolah dan dianggap sebagai mata
pelajaran utama, sedangnkan bahasa Jepang diberikan sebagai mata pelajaran
wajib. Surat kabar dan radio juga menggunakan bahasa Indonesia sehingga mempercepat
penyebarluasan bahasa Indonesia. Begitu juga papan nama tokoh, nama rumah
makan, perusahaan dan sebagainya yang menggunakan bahasa Belanda harus diganti
dengan bahasa Indonesia atau bahasa jepang. Dengan meluasnya penggunaan bahasa
Indonesia sebagai sarana komunikasi maka akan mempercepat dan mempertebal
semangat kebangsaan menuju integrasi bangsa.
c. Kebudayaan
Bahasa Indonesia adalah
salah satu unsur kebudayaan sehingga dengan digunakannya bahasa Indonesia
secara luas akan mendukung perkembangan kebudayaan Indonesia. Pada tanggal 20
Oktober 1943 atas desakan dari beberapa tokoh Indonesia didirikanlah Komisi
(Penyempurnaan) bahasa Indonesia . Tugas komisi adalah menentukan terminology,
yaitu istilah-istilah modern dan menyusun suatu tata bahasa normatif dan
menentukan kata-kata yang umum bagi bahasa Indonesia.
DI bidang sastra, pada
zaman jepang juga berkembang baik. Hasil karya sastra, seperti roman, sajak,
lagu, lkisan, sandiwara dan film. Agar hasil karya sastra tidak menyimpang dari
tujuan Jepang, maka pada tanggal 1 April 1943 di Jakarta didirikan Pusat
kebudayaan dengan nama Keimin Bunko Shidosho.
Hail karya sastra yang
terbit, seperti Cinta Tanah air karya Nur Sutan Iskandar, Plawija karya Karim
Halim, Angin Fuji karya Usmar ISMAIL. Gubahan untuk drama, seperti Api dan
Cinta karya Usman ismail; Topan di atas asia dan intelek istimewa karya El
Hakim (dr Abu Hanifah). Mengenai music, komponis C . Simandjuntak berhasil
menciptakan lagu Tumpah darahku dan maju putra-putri Indonesia.
Tag : INDONESIA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG , INDONESIA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG , INDONESIA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG , INDONESIA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG , INDONESIA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG , INDONESIA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG , INDONESIA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG , INDONESIA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG , INDONESIA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG , INDONESIA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG , INDONESIA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG , INDONESIA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG , INDONESIA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG
Excellent write-up. I definitely appreciate this website.
ReplyDeleteKeep it up!